Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa dimanfaatkan untuk memperkuat pasar domestik, sekaligus memajukan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
"Kalau menurut saya, untuk di tekstil, kalau kita bernegosiasi dengan cantik, dan kita benar, ini justru kesempatan bagus banget. Ini kesempatan yang sangat luar biasa untuk tekstil di Indonesia," kata Wakil Ketua Umum API Ian Syarif di Jakarta, Kamis.
Disampaikannya, sektor tekstil dalam negeri bisa memanfaatkan penerapan tarif resiprokal AS ke negara-negara lain untuk meningkatkan kuantitas ekspor produk dalam negeri, sehingga pada akhirnya dapat memperluas lapangan kerja.
Ian mengatakan, untuk dapat memanfaatkan perang tarif ini, Indonesia harus fokus pada upaya reformasi struktural, seperti debirokratisasi, digitalisasi, deregulasi, serta pemberian stimulus agar menarik potensi relokasi investasi dan melalukan diversifikasi perdagangan.
Selain itu, pemerintah diharapkan juga dapat memperkuat pengamanan pasar domestik dengan tetap mempertahankan kebijakan persetujuan teknis (Pertek) untuk pengaturan alokasi impor, serta mempertahankan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Sebelumnya, ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan ada 1,2 juta pekerja di Tanah Air yang berpotensi terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China.
"1,2 juta itu total tenaga kerja yang terpotong," ujar dia di Jakarta, Kamis.
Dijelaskannya, angka tersebut berasal dari seluruh sektor industri dalam satu tahun proyeksi, dengan potensi pengurangan tertinggi ada pada subsektor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mencapai 191 ribu pekerja.
Pada 2 April, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif timbal balik terhadap impor dari berbagai negara.
Tarif dasar ditetapkan sebesar 10 persen, dengan tarif yang lebih tinggi dikenakan terhadap 57 negara berdasarkan besarnya defisit perdagangan AS dengan masing-masing negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif resiprokal 32 persen.
Kemudian, pada 9 April, Trump mengumumkan bahwa tarif dasar sebesar 10 persen akan diberlakukan selama 90 hari terhadap lebih dari 75 negara yang tidak melakukan aksi balasan dan telah meminta negosiasi, kecuali China.
Seiring berjalannya perang dagang, tarif AS terhadap barang-barang asal China meningkat hingga 145 persen, sementara tarif China atas produk asal Amerika mencapai 125 persen.
Baca juga: Celios sebut 1,2 juta pekerja potensi terkena PHK imbas perang tarif
Baca juga: Menperin sebut RI bisa dijadikan model pembangunan industri
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025