Jakarta (ANTARA) - Istidraj merupakan kondisi serius dalam perspektif Islam, di mana Allah SWT memberikan nikmat duniawi kepada seseorang yang terus bermaksiat. Nikmat tersebut bukanlah bentuk kasih sayang atau anugerah, melainkan bisa menjadi ujian tersembunyi yang menyesatkan hati.
Dalam banyak kasus, istidraj menjadi peringatan bahwa kesenangan duniawi tidak selalu mencerminkan keridhaan Allah. Justru, nikmat itu bisa menjadi jalan menuju kehancuran jika tidak disadari dan disikapi dengan taubat serta introspeksi diri.
Apa Itu Istidraj?
Secara bahasa, istidraj berarti bertahap. Istilah ini merujuk pada proses pemberian kenikmatan secara perlahan kepada seseorang yang terus menerus berbuat dosa tanpa adanya hidayah dari Allah SWT.
Akibatnya, orang tersebut justru semakin jauh dari iman karena terlena dengan kesenangan duniawi. Nikmat yang diberikan bukanlah tanda keridhaan, melainkan ujian yang bisa berujung pada kebinasaan jika tidak segera disadari.
Al Quran QS. Al-An‘am ayat 44, menyatakan:
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ
"Fa lammâ nasû mâ dzukkirû bihî fataḫnâ ‘alaihim abwâba kulli syaî', ḫattâ idzâ fariḫû bimâ ûtû akhadznâhum baghtatan fa idzâ hum mublisûn"
Artinya: Maka, ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan pintu-pintu segala sesuatu (kesenangan) untuk mereka, sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.
Baca juga: DKI diminta batasi jam operasional tempat hiburan malam
Ciri-ciri Istidraj
Berdasarkan jenis-jenis dan kesimpulan dari berbagai penulis dan ulama, terdapat beberapa gejala khas:
1. Nikmat dunia terus mengalir, tapi iman malah menurun
Seseorang justru semakin lalai beribadah meski nikmat dunia terus berlimpah.
2. Lalainya ibadah dengan materialisme tinggi
Mereka menomorduakan shalat, puasa, zakat, atau ibadah lain, tetapi tetap menikmati kesuksesan materi tanpa rasa cukup.
3. Semakin kikir, tapi harta bertambah
Meski enggan bersedekah atau berbagi, hartanya tetap bertambah ini termasuk tanda istidraj.
4. Sombong atas kekayaan
Kemewahan membuatnya lupa diri, merendahkan orang lain, dan tidak menyadari bahaya dari kondisi ini.
5. Jarang sakit atau musibah
Kesehatan dan kenyamanan hidup yang terus terjaga meski berbuat dosa, bisa jadi bentuk kehalusan azab Allah.
6. Hati menjadi keras dan tak tahu menyesal
Sulit menerima kritik atau nasihat, dan tak merasa perlu bertobat meski hidup nyaman dalam maksiat.
Baca juga: Ormas Islam OKU desak pemerintah tutup tempat hiburan malam
Dampak dan implikasi
• Terlena dalam dosa: Orang yang terkena istidraj bisa terus terjerumus dalam kemaksiatan tanpa disadari.
• Tidak ada keberkahan sejati: Meski materi melimpah, hati tetap gelisah, tiada damai, bahkan bertolak belakang dengan makna kesuksesan akhirat.
• Azab mendadak: Allah bisa mencabut nikmat mendadak, menunjukkan azab yang menghancurkan.
Cara mencegah istidraj
• Tingkatkan kesadaran diri dan introspeksi jika nikmat dunia tak diikuti peningkatan keimanan.
• Perbanyak syukur dan sedekah, jangan hanya bergantung pada usaha sendiri.
• Konsisten dalam ibadah: shalat, baca Quran, puasa, zakat, dan taubat.
• Terima nasihat, buka hati terhadap koreksi dan bimbingan ulama.
• Berdoa agar dijauhkan dari istidraj, seperti doa Umar bin Khaththab RA: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu agar tidak menjadi mustadraj.”
Istidraj bukan sekadar keberuntungan, tetapi merupakan bentuk ujian berat dari Allah bagi mereka yang menolak ketaatan. Kenikmatan materi tanpa disertai keimanan sering kali menjadi tanda bahaya yang mudah diabaikan oleh manusia.
Umat Islam diimbau untuk selalu waspada, introspektif, dan memperkuat ikatan spiritual. Hal ini penting agar tidak terperangkap dalam tipuan nikmat duniawi yang justru bisa menghancurkan kehidupan akhirat.
Baca juga: Bupati Garut terbitkan Perbup Anti Maksiat
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.