Ajarkan anak berpikir kritis agar tidak dimanjakan AI

13 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Adityana Kasadravati Putranto mendorong orang tua mengajarkan proses berpikir kritis kepada anak agar tidak terbiasa mengandalkan hasil instan dari teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI).

"Ajarkan anak untuk tidak hanya menerima informasi dari AI, tetapi juga untuk mempertanyakan dan menganalisis jawaban yang diberikan. Diskusikan dengan mereka tentang bagaimana AI bekerja dan potensi kesalahan yang mungkin terjadi," kata Adityana saat dihubungi ANTARA, Sabtu.

Perlu ditanamkan juga pola pikir bahwa AI hanya sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti usaha anak. Orang tua dianjurkan mengajak mereka untuk berkreasi dan menyelesaikan tugas dengan cara yang melibatkan pemikiran dan usaha pribadi.

Baca juga: Menkomdigi dan Menteri AI UAE bertemu bahas masa depan sektor digital

"Diskusikan dengan anak tentang pentingnya kejujuran dan integritas dalam menggunakan AI. Ajarkan mereka tentang plagiarisme dan bagaimana menggunakan teknologi dengan cara yang etis," ucapnya.

Psikolog yang tergabung dalam Ikatan Psikolog Klinis Indonesia itu juga menekankan pentingnya pendampingan orang tua saat anak menggunakan AI, termasuk membatasi waktu penggunaan dan memilih aplikasi yang aman.

Menurutnya, orang tua harus terlibat dalam penggunaan AI oleh anak-anak, bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pendamping.

"Ini termasuk mendiskusikan apa yang anak pelajari dan bagaimana mereka menggunakan teknologi tersebut," ujar dia.

Baca juga: Wikipedia akan pakai AI, tapi tidak untuk gantikan editor dan penulis

Penting juga untuk menetapkan batasan waktu penggunaan teknologi karena terlalu banyak waktu di depan layar dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental anak. Oleh karena itu, Adityana menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal seimbang antara waktu belajar dan waktu bermain.

Dalam menggunakan AI, Adityana mengingatkan untuk memilih aplikasi yang telah teruji dan aman untuk anak. Aplikasi yang tidak jelas asal-usulnya sebaiknya dihindari dan pastikan konten yang disediakan sesuai dengan usia anak.

"Pastikan anak tetap terlibat dalam interaksi sosial dan aktivitas fisik. Penggunaan AI seharusnya tidak menggantikan pengalaman belajar yang diperoleh dari interaksi langsung dengan orang lain," pungkasnya.

Baca juga: Pengamat: Perlu ada batasan antara hasil buatan manusia dan AI

Baca juga: Intel umumkan restrukturisasi dan mulai fokus pada teknologi AI

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |