Walhi minta pemerintah hentikan aktivitas perusak lahan di Kalbar

1 week ago 6
Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur

Pontianak (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat meminta agar pemerintah menghentikan aktivitas perusak hutan atau lahan yang menyebabkan terjadinya banjir di wilayah Kalbar.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, di Pontianak Sabtu menyatakan, untuk penanganan jangka panjang, dalam penghentian aktivitas tersebut pemerintah sembari melakukan penegakan hukum atas pelanggaran dan pemulihan terhadap sejumlah wilayah kritis di Kalbar secara kontinu atau keberlanjutan.

“Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur sebagaimana diisyaratkan Presiden Prabowo dalam pernyataannya justru diikuti pemerintah di Kalbar. Jika ini yang terjadi, maka lonceng selamat datang bencana akan terus menggema di berbagai penjuru,” ucap Adam.

Bencana ekologis banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Barat menurut dia, saat ini tidak terlepas dari perusakan alam yang berlangsung lama di Kalbar dan bahkan terus dilakukan hingga saat ini.

Baca juga: Transisi energi tanpa mengorbankan hutan Kalimantan

Baca juga: Kalbar terima dana GCF Rp1 triliun untuk pelestarian hutan

Menurutnya juga, curah hujan hanyalah pemicu dari bencana yang kerap melanda tersebut, namun tidak bisa dikontrol oleh siapapun. Karenanya tidaklah tepat dialamatkan pada hujan biang utama bencana banjir.

Dia mengungkapkan, aktivitas ekstraksi sumber daya alam melalui alih fungsi hutan atau lahan maupun tindakan perusakan alam, harusnya bisa dikendalikan dan dicegah melalui kebijakan pemerintah.

“Curah hujan selama ini terkesan kerap dijadikan alibi sebagai penyebab banjir untuk mengalihkan bahwa sejatinya ada kewajiban pemerintah yang mesti ditunaikan agar alam tidak dirusak” ujarnya.

Justru menurut dia, praktik ekonomi ekstraktif lainnya atas sumberdaya alam yang berlangsung lama seperti era HPH, illegal logging, alih fungsi hutan dan lahan untuk perkebunan sawit, izin pertambangan, perkebunan pangan (food estate), dan penambangan ilegal yang berlangsung hingga saat ini adalah sumber utama bencana lingkungan tersebut.

“Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan mengembalikan fungsi alam yang telah dirusak. Menanami 50 hektare lahan untuk mengganti 50 hektare hutan yang ditebangi pada hari yang sama misalnya, tidak akan mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan," ujarnya.

Baca juga: 12 tipe ekosistem hutan teridentifikasi di TNGP KalbarBaca juga: NGO Kalbar minta Kemenhut tindak perusahaan pembabat hutan lindung

Sementara itu, Anggota DPRD Kalimantan Barat (Kalbar), Agus Sudarmansyah, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai langkah strategis dalam penanggulangan bencana banjir yang terus terjadi di provinsi itu.

Banjir ini kata dia, merupakan peringatan bagi semua pemerintah daerah di Kalbar untuk segera duduk bersama.

"Kita perlu konsolidasi dan koordinasi yang kuat terkait penyelesaian masalah banjir dari hulu ke hilir, termasuk kerusakan lingkungan dan pengendalian pemanfaatan lahan," kata dia.

Baca juga: Pemprov Kalbar ajukan 960.000 hektare untuk perhutanan sosial ke KLHK

Baca juga: PT MP dilaporkan lakukan pembabatan hutan tropis Kalbar

Baca juga: Kementerian LHK-Pemkab Kapuas Hulu rumuskan potensi sumber daya hutan

Pewarta: Narwati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |