Titik Koma ungkap strategi di tengah persaingan industri kedai kopi

3 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Jenama kedai kopi di Titik Koma mengungkapkan sejumlah strategi untuk bertahan dan berkembang di tengah persaingan di industri kopi di Indonesia.

CEO dan salah satu pendiri Titik Koma, Andrew Prasetya Goenardi mengungkapkan bahwa kunci utama mempertahankan eksistensi adalah memiliki segmen pasar yang jelas di tengah red ocean (persaingan sengit dan margin keuntungan yang semakin tipis) industri kopi di Indonesia.

"Industri kopi itu kan sangat bervariasi, kita di bisnis yang red ocean. Dari yang harganya murah sampai mahal banget itu semua ada pasarnya. Cuma yang kita harus tahu, kita mau berada di mana," ujar Andrew dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Baca juga: Dari kedai ke rumah: Kopi Kenangan rilis biji kopi asli dalam kemasan

Andrew menyampaikan, setiap usaha di industri tersebut perlu memahami di mana mereka ingin berada, apakah menyasar segmen premium, menengah, atau yang lebih terjangkau.

Adapun salah satu strategi yang dilakukan Titik Koma adalah branding yang kuat untuk berada di pilihan prioritas pelanggan.

Merek kopi yang berdiri sejak 2016 itu berupaya menghadirkan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, salah satunya dengan menciptakan suasana untuk bekerja, pertemuan bisnis, atau sekadar nongkrong.

Baca juga: Fore Coffee akan memperluas jaringan kedai ke kabupaten

Untuk itu, Titik Koma menyediakan tempat yang nyaman untuk bekerja dengan suasana tenang, hingga gerai dengan private meeting room berkapasitas kecil.

"Kami mencoba mengakomodir apa yang dibutuhkan pasar karena tiap daerah punya preferensi yang berbeda," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga berfokus pada ketersediaan dan kualitas biji kopi yang tetap terjaga.

Andrew tak mempermasalahkan jika bahan baku kopi yang memenuhi standar Titik Koma memiliki harga lebih tinggi, mengingat tujuannya adalah menyajikan kopi yang mereka sendiri pun bisa menikmatinya.

Baca juga: Bercengkrama ditemani secangkir kopi di Kedai Solong

Belajar dari pengalaman, Titik Koma juga lebih selektif dalam menentukan produk yang dijual.

“Kami pernah mencoba menjual minuman yang sedang tren, tetapi pada akhirnya kami sadar, jika kami sendiri tidak bisa menikmatinya, maka itu bukan produk yang layak kami jual,” ucap Andrew.

Titik Koma juga menekankan pentingnya pengembangan barista. Dengan sistem pelatihan yang ketat, diharapkan dapat menciptakan barista yang terampil dan selalu berinovasi menyajikan kopi berkualitas.

Bagi Andrew, menjalankan bisnis kopi bukan sekadar mengikuti tren, tetapi tentang membangun fondasi yang kuat.

Baca juga: Nua Rasa, kedai kopi Indonesia di Berlin

Ia menekankan bahwa ekspansi tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa sistem manajemen yang solid, terutama dalam hal operasional, keuangan, dan sumber daya manusia.

Adapun salah satu solusi yang banyak diadopsi adalah franchise, seperti yang dilakukan Titik Koma.

"Dengan ini, sebuah merek dapat memperluas jangkauan modal yang lebih terdistribusi, sementara mitra franchise mendapatkan keuntungan dari sistem yang sudah teruji," kata Andrew.

Baca juga: Kedai kopi lawan fluktuasi harga global demi konsumen

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |