SPKS dorong dana pungutan ekspor sawit lebih banyak bantu petani

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong dana pungutan ekspor sawit lebih banyak digunakan untuk membantu petani sawit, terutama dengan dukungan sarana dan prasarana seperti jalan kebun dan pemberian pupuk.

Selain itu, menurut Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin, melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) itu juga bisa digunakan untuk mendorong dan menyediakan pendanaan sertifikasi sawit berkelanjutan ISPO, sebagaimana amanat Pasal 16 Perpres Nomor 16 Tahun 2025 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

"Harapannya dari pungutan tidak terlalu tinggi menekan petani sawit. Kalau harga yang didapat petani sawit rendah, maka akan berdampak pada pengelolaan kebun dan juga pendapatan dan kesejahteraan petani sawit," kata dia.

Baca juga: BPDP optimalkan teknologi untuk wujudkan industri sawit berkelanjutan

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 30/2025 resmi menaikkan pungutan ekspor (PE) produk sawit dan turunannya terhadap harga tandan buah segar (TBS) menjadi 10 persen dari 7,5 persen mulai 17 Mei 2025.

Sabarudin mengatakan SPKS tak setuju dengan kenaikan pungutan itu. Ia menilai kenaikan pungutan ini, bisa memicu penurunan harga tandan buah segar (TBS).

"Sama dengan bulan Januari lalu setelah kenaikan pungutan menjadi 10 persen harga TBS petani langsung jatuh," ujarnya.

Ia memprediksi kenaikan pungutan menjadi 10 persen bisa menyebabkan penurunan harga TBS kelapa sawit berkisar Rp500 per kg TBS.

Di sisi lain, dia juga menilai kenaikan pungutan ini dikhawatirkan lebih menguntungkan pengusaha besar yang terlibat dalam proyek biodiesel.

Sabarudin menilai pungutan ekspor selama ini banyak dialokasikan dalam jumlah yang besar untuk subsidi perusahaan-perusahaan yang ditugaskan memproduksi biodiesel.

"Kita minta agar perusahaan-perusahaan yang mendapatkan subsidi biodiesel ini diwajibkan oleh pemerintah bermitra dengan petani sawit, kalau ada kemitraan dengan petani maka akan berkontribusi pada kenaikan harga TBS yang selama ini jualnya petani lewat tengkulak," ujarnya.

SPKS meminta kemitraan perusahaan dan kelompok petani dapat menjadi alat verifikasi pada perusahaan-perusahaan yang menerima subsidi biodiesel.

Adapun kenaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya itu sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 30/2025 yang diundangkan pada 14 Mei 2025.

Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku tiga hari setelah PMK diundangkan atau pada 17 Mei 2025.

Baca juga: Kementan: Transformasi digital dorong percepatan hilirisasi sawit

Baca juga: Konflik India-Pakistan, Kementan buka opsi pasar baru sawit

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |