Sepak bola Indonesia dan keterjangkauan kelas pekerja

3 hours ago 4
...harga tiket pertandingan sepak bola kini terlalu mahal untuk bisa dijangkau oleh pendukung yang berasal dari kelas pekerja.

Jakarta (ANTARA) - Kelas pekerja yang tergantung pada pendapatan utama melalui upah atau gaji kerap tak dapat mencukupi segala kebutuhan primer yang kian mencekik.

Persoalan ini menjadi mata rantai yang masih harus dicarikan solusinya, sehingga menjadikan kelas pekerja untuk berdikari rasa-rasanya masih jauh panggang dari api.

Kelas pekerja pun masih menjadi kelas yang rentan untuk permasalahan akses baik akses berupa jaminan sosial hingga kesehatan. Permasalahan akses ini menjadi babak drama yang belum bisa ditentukan epilognya. Lantas bagaimana dengan drama akses dari kelas pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan berupa hiburan atau tontonan olahraga, terutama sepak bola?

Indonesia adalah negara yang gila sepak bola. Dalam laporan Ticketgum pada September 2024 silam, Indonesia menempati urutan ke-15 dunia sebagai negara yang paling gila bola.

Indonesia menduduki peringkat ke-15 dari 42 negara dunia, dengan menorehkan skor 5,23 poin.

Skor tersebut dihitung berdasarkan variabel penilaian, diantaranya jumlah stadion sepak bola beserta kapasitasnya dan tingkat kehadiran penonton di tiap pertandingan.

Variabel lainnya yakni harga pasar, tingkat ketertarikan pada Piala Dunia, serta nilai siaran lokal tentang sepak bola menjadi variabel pendukung dalam penilaian ini.

Indonesia bertengger di peringkat ke-15 sekaligus mengalahkan negara penghasil filosofi total football yakni Belanda yang berada di peringkat ke-17. Lalu juga Portugal yang menduduki peringkat ke-16.

Dari jutaan penduduk yang gila bola, kelas pekerja yang dikategorikan sebagai kelas rentan yang serba terjepit untuk mengakses sesuatu justru menjadi mayoritas suporter sepak bola di Indonesia.

Fanatisme dan loyalitas kepada klub maupun negara yang didukung memang tak seharusnya menjadi bahan hitung-hitungan. Tapi, perlu digarisbawahi bahwa untuk memberikan akses yang merata khususnya bagi suporter, diperlukan kebijakan yang menunjang dan bersifat jangka lama. Tujuannya tentu saja untuk membuat sepak bola bisa terjangkau bagi semua kalangan.

Baca juga: Menangkap realita kelas pekerja Indonesia melalui sinema

Harga yang harus dibayar

Untuk mendukung tiap pekan klub kesayangan di Liga 1 Indonesia, terdapat harga yang harus dibayar mahal para suporter.

Hitungan sederhananya saja, misalkan pertandingan yang paling banyak ditonton langsung di Liga 1 hingga saat ini yakni laga antara Persija Jakarta melawan Persebaya Surabaya yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta (12/4), menjual tiket termurah yaitu kategori 1 seharga Rp 200.000.

Dalam laga yang ditonton total 39.395 penonton itu dijual tiket termahal dengan kategori lounge sebesar Rp 1.000.000.

Ambillah tiket termurah yakni Rp 200.000. Dalam sebulan rata-rata terdapat dua laga kandang untuk satu klub di Liga 1, artinya suporter Persija secara kasat mata akan mengeluarkan total Rp 400.000 untuk menonton langsung dalam sebulan.

Pengeluaran lainnya yakni terkait dengan jersei resmi klub yang menjadi identitas klub. Di Liga 1 Indonesia rerata jersei resmi dijual dengan banderol harga sekitar Rp 250.000 - Rp 900.000.

Menurut pengamat sepak bola Sigit Nugroho loyalitas yang ditunjukkan oleh penggemar sepak bola memang identik dengan "pengorbanan", utamanya secara finansial.

"Mayoritas suporter berasal dari kelas pekerja, kurang kuat untuk mengikuti harga tiket, baik klub maupun timnas," kata Sigit Nugroho lewat sambungan Whatsapp, Kamis.

Pada jurnal riset manajemen berjudul Studi Komparasi Loyalitas Fans Sepak Bola di Indonesia dan Korea Selatan (Survei Terhadap Fans Sepak Bola Liga 1 Indonesia dan Liga 1 Korea Selatan) yang terbit di jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, mayoritas dari total 200 responden yang menjadi suporter klub Indonesia berpendapatan sebesar Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000 per bulan.

Dengan pendapatan rata-rata suporter tiap bulan di angka tersebut dan harga kenaikan tiket ke stadion yang tiap musim selalu naik, maka bisa saja Liga 1 Indonesia akan mengalami pasang surut jumlah kenaikan suporter yang menonton ke stadion seperti yang kini dialami Liga Malaysia.

Sigit mengatakan bahwa opsi lain untuk mengatasi harga tiket yang tak terjangkau bisa lewat layanan siaran langsung.

"Solusi terbaik, menonton pertandingan melalui siaran televisi atau platform digital daripada datang langsung ke stadion," ungkap Sigit.

Baca juga: Menaker: Program jaminan sosial bantu korban PHK tidak turun kelas

Baca juga: Panpel Persebaya mulai jual tiket khusus pelajar saat lawan Persik

Berkaca dari Inggris

Dalam momen hari buruh sedunia, Anggota Parlemen Inggris Ian Byrne berpendapat bahwa harus ada sebuah regulator independen yang memiliki peran dalam menetapkan harga tiket di sepak bola Inggris.

Ian Byrne yang juga merupakan perwakilan dari Partai Buruh Inggris itu menilai bahwa harga tiket pertandingan sepak bola kini terlalu mahal untuk bisa dijangkau oleh pendukung yang berasal dari kelas pekerja.

Dalam laporan BBC, Kamis, Ian Byrne mengatakan, "Realitanya harga tiket begitu mahal, terutama untuk suporter yang masih muda."

Ian Byrne mengungkapkan bahwa harga tiket dalam laga Liverpool menghadapi Tottenham Hotspur pada akhir pekan lalu sudah terlalu mahal dan tidak dapat semua kalangan pekerja mampu menjangkau.

"Saya menyaksikan ribuan pendukung kelas pekerja, tidak mampu membeli tiket ke Anfield, dengan beberapa tiket dijual seharga lebih dari seribu Poundsterling (22 juta Rupiah)," tutur Ian Byrne.

Kasus ini menjadi sentimentil, pasalnya sepak bola di tanah Inggris muncul karena andil besar kelas pekerja.

Sisi sepak bola yang kian hari menjadi sektor industri, kini menjadi pembahasan serius di Inggris.

Saat ini parlemen Inggris tegah mewacanakan pembentukan Regulator Sepak Bola Independen (IFR) yang berfungsi untuk mengawasi klub-klub, memastikan keberlanjutan mereka, melindungi aset klub, dan memfasilitasi keterlibatan penggemar yang lebih baik.

Bryne kini mendesak Menteri Kebudayaan, Media, dan Olahraga Inggris Lisa Nandy untuk mempertimbangkan dua amandemen.

Dalam amandemen tersebut Bryne ingin IFR terlibat dalam keputusan penetapan harga tiket dan dapat meninjau harga tiket secara menyeluruh terhadap harga tiket agar para penggemar memiliki akses yang terjangkau untuk memperoleh tiket.

Posisi sepak bola yang mempunyai tempat istimewa di kalangan masyarakat tak seharusnya menjadi komoditas yang membuat sepak bola kian eksklusif dan tak dapat dijangkau oleh semua kalangan.

Berkaca dari tanah Inggris, kasus serupa bisa saja terjadi di sepak bola Indonesia ke depannya, ketika harga tiket sepak bola kian tak terjangkau kelas pekerja.

Baca juga: Erick sebut tiket laga timnas habis terjual bukti dukungan besar warga

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |