Jakarta (ANTARA) - Shalat Tarawih menjadi salah satu ibadah khas di bulan Ramadhan yang selalu dinantikan oleh umat Islam.
Setiap tahunnya, masjid-masjid dipenuhi oleh jamaah yang ingin meraih pahala dari ibadah sunnah ini. Namun, pernahkah Anda bertanya sejak kapan Shalat Tarawih pertama kali dilaksanakan oleh umat Islam?
Apakah sejak zaman Nabi Muhammad SAW atau baru dilakukan pada periode setelahnya? Untuk memahami sejarah awal pelaksanaan Shalat Tarawih, kita perlu menelusuri jejaknya dalam perkembangan Islam.
Sejarah Pelaksanaan Shalat Tarawih
1. Shalat Tarawih di zaman Nabi Muhammad SAW
Shalat Tarawih pertama kali dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW pada 23 Ramadhan 2 H. Beliau melaksanakannya di masjid, tetapi terkadang juga di rumah, sebagai bentuk keteladanan bahwa shalat ini bukan kewajiban, melainkan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan.
Pada masa beliau, shalat tarawih dilakukan sebanyak sebelas rakaat, terdiri dari delapan rakaat tarawih dan tiga rakaat Witir. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA dan dicatat oleh Imam Bukhari dalam Kitab Tarawih.
2. Masa Khulafa Rasyidin: Umar bin Khattab memulai shalat tarawih berjamaah
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab (14 H/635 M), shalat tarawih mulai dilakukan secara berjamaah di Masjid Nabawi. Awalnya, beliau menetapkan sebelas rakaat, sama seperti yang dilakukan Rasulullah SAW.
Namun, seiring berjalannya waktu, muncul riwayat yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih bertambah menjadi dua puluh rakaat. Beberapa ulama berpendapat bahwa perubahan ini berasal dari interpretasi terhadap asar para tabi’in.
3. Perubahan pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah
Perubahan jumlah rakaat Shalat Tarawih kembali terjadi pada masa Khalifah Mu‘awiyah bin Abi Sufyan (60 H/680 M). Saat itu, jumlah rakaat yang dilakukan di Masjid Nabawi meningkat menjadi tiga puluh sembilan rakaat, termasuk Witir. Praktik ini bertahan hingga abad ke-4 H.
Pada abad ke-4 H, ketika Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah menguasai Mekkah dan Madinah, jumlah rakaat Shalat Tarawih diubah kembali menjadi dua puluh rakaat, mengikuti kebijakan mereka.
4. Kembalinya tradisi lama pada abad ke-8 H
Ketika kota Madinah kembali ke dalam kekuasaan Sunni, terutama di bawah pengaruh Mazhab Maliki, tradisi tiga puluh sembilan rakaat dihidupkan kembali oleh Imam al-‘Iraqi (w. 806 H/1403 M). Shalat Tarawih dilakukan dalam dua tahap:
- Dua puluh rakaat setelah Shalat Isya
- Enam belas rakaat menjelang Subuh, ditambah tiga rakaat Witir
Tradisi ini bertahan selama berabad-abad di Masjid Nabawi.
5. Era modern dan standarisasi shalat tarawih
Perubahan besar terjadi setelah Perang Dunia I (1914-1918) dan runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Pada tahun 1344 H/1926 M, Arab Saudi di bawah Raja Abdulaziz mengambil alih Mekkah dan Madinah. Sejak saat itu, pelaksanaan Shalat Tarawih di Masjid Nabawi kembali distandarisasi menjadi dua puluh rakaat.
Hingga kini, jumlah rakaat ini tetap digunakan di bawah pemerintahan Arab Saudi, meskipun di berbagai belahan dunia ada yang tetap menjalankan delapan rakaat shalat tarawih dan tiga rakaat Witir sesuai dengan praktik Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Pemprov DKI kembali cari Duta Imam Tarawih
Baca juga: Kepala OIKN sebut Masjid Negara IKN bisa dipakai tarawih saat Ramadhan
Baca juga: Waketum PBNU: NU-Muhammadiyah adik-kakak yang kedepankan toleransi
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025