Jakarta (ANTARA) - Pelaku industri aset digital mengharapkan revisi Undang-Undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi fondasi penting untuk memperkuat ekosistem keuangan digital nasional, termasuk sektor aset kripto.
Dalam draf yang tengah ditelaah, revisi UU P2SK disebut akan memperkuat landasan hukum bagi pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital.
CEO Tokocrypto Calvin Kizana dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menilai pembaruan regulasi di sektor keuangan tersebut sangat penting untuk memastikan pertumbuhan industri aset digital di Indonesia berjalan secara berkelanjutan dan berlandaskan kepercayaan publik yang kuat.
Sejumlah pembahasan mencakup aspek perlindungan konsumen, pengawasan transaksi aset kripto, penguatan izin operasional lembaga jasa keuangan digital, serta koordinasi lintas lembaga antara otoritas moneter dan otoritas pengawas sektor keuangan.
Langkah ini diharapkan menjadi dasar regulasi yang lebih terintegrasi di bawah koordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kami menyambut baik inisiatif pemerintah dan regulator yang tengah menelaah revisi UU P2SK. Harapan kami, kerangka hukum yang sedang dibangun dapat menjadi dasar yang adaptif terhadap inovasi. Dengan kerangka hukum yang terarah, pelaku industri dapat beroperasi lebih optimal dan bertanggung jawab, sementara masyarakat juga terlindungi dari potensi risiko yang ada dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional," ujar Calvin.
Calvin menambahkan industri aset kripto telah terbukti memiliki kontribusi ekonomi yang nyata.
Berdasarkan kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), aktivitas perdagangan aset kripto secara legal telah menyumbang Rp70,04 triliun atau 0,32 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2024.
Angka ini melonjak signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 0,05 persen.
Dari sisi ketenagakerjaan, industri kripto juga menciptakan 333 ribu lapangan kerja, setara dengan 0,23 persen dari total angkatan kerja nasional pada 2024, meningkat tajam dibandingkan kontribusi tahun sebelumnya yang baru mencapai 0,04 persen.
"Data tersebut menunjukkan bahwa industri kripto bukan lagi fenomena sementara, melainkan bagian dari ekonomi digital Indonesia yang nyata kontribusinya. Oleh karena itu, regulasi yang kuat dan adaptif menjadi kunci agar pertumbuhan ini bisa dikelola dengan baik, aman, dan berorientasi pada perlindungan konsumen," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya proses dialog yang terbuka antara regulator dan pelaku industri, agar kebijakan yang dihasilkan mampu menjawab kebutuhan di lapangan.
"Kami memahami bahwa diskusi mengenai revisi undang-undang ini masih bersifat terbatas dan tertutup. Namun, kami berharap semangatnya tetap inklusif, agar semua pihak memiliki kesempatan untuk memberikan pandangan yang konstruktif demi kemajuan ekosistem keuangan digital Indonesia," jelasnya.
Calvin juga menyoroti bahwa dengan penguatan aturan di revisi UU P2SK, Indonesia berpotensi mempercepat transisi menuju keuangan digital yang lebih inklusif, transparan, dan terukur, termasuk mungkin dalam aspek tokenisasi aset, pengelolaan dana berbasis blockchain, serta inovasi stablecoin dan mengatur bentuk investasi dan produk turunan berbasis aset kripto yang dapat dilegalkan.
"Kami siap menjadi mitra strategis regulator dan legislator dalam memastikan regulasi baru dapat diimplementasikan dengan baik, menjaga integritas pasar, meningkatkan kepercayaan publik, serta mendorong inovasi yang bertanggung jawab," jelasnya.
Baca juga: DPR menargetkan revisi UU P2SK rampung tahun 2025 ini
Baca juga: Pelaku: Pertumbuhan industri kripto peluang penguatan ekonomi digital
Baca juga: LPEM UI: Industri kripto berpotensi buka 1,22 juta peluang kerja baru
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.