Jakarta (ANTARA) - Promotor Antara Suara menyebut keterbatasan venue di Indonesia menjadi tantangan untuk menggelar sebuah konser musik yang berkualitas di Indonesia.
“Di Indonesia itu belum ada tempat yang memang diperuntukkan untuk konser musik, tapi lebih ke tempat olahraga dijadikan venue konser,” kata CEO Antara Suara Andri Verraning Ayu dalam media gathering di Jakarta, Selasa.
Ayu menilai adanya sejumlah venue yang sering digunakan untuk konser seperti Stadion Gelora Bung Karno maupun Velodrome tidak memiliki fasilitas yang siap untuk melangsungkan konser musik.
Banyak fasilitas harus dicari atau disewa oleh promotor karena tidak tersedia di lokasi. Walaupun demikian, promotor sering dibantu oleh pemerintah melalui kementerian terkait untuk mengurus keperluan yang berkaitan dengan aset negara.
Apalagi jika menggelar konser di Indonesia bagian timur. Ayu bercerita pernah menggelar acara yang mengharuskannya menyewa alat dari luar daerah karena logistik yang diperlukan tidak tersedia di wilayah itu.
Baca juga: D’Professor Band incar rekor MURI ketiga lewat konser internasional
Contoh lain yang ia sebutkan yakni pada pergelaran konser Sheila on 7 bertajuk “Tunggu Aku Di” yang digelar di Samarinda beberapa waktu lalu. Ayu mengaku promotor menggunakan venue yang sudah belasan tahun tidak terpakai dan harus memikirkan pembenahan saluran air, listrik sampai dengan mengurusi ilalang yang tumbuh di sekitar venue.
“Itu stadion yang terakhir dipakai untuk PON, sudah belasan tahun. Kita ke sana benar-benar mulai dari nol,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini perlu menjadi bahan evaluasi bagi industri musik dan ekonomi kreatif agar para musisi bisa jauh lebih berkualitas dan nyaman tampil baik dalam konser berbentuk festival maupun konser tunggal.
Ia pun membandingkan dengan Malaysia yang kini sudah memiliki Zepp Kuala Lumpur. Dengan kapasitas penonton 2.500, penyewaan venue itu sudah termasuk dengan berbagai elemen konser seperti sound system, LED sampai dengan pencahayaan yang kualitasnya dinilai sudah sangat bagus.
Hal ini pula yang membuat biaya konser jauh lebih murah dibandingkan dengan harga penyelenggaraannya di dalam negeri. Tantangan ini juga berpengaruh pada ulasan penonton yang datang atau pihak-pihak yang ingin menyewa tempat untuk menggelar acara.
“Bahkan mereka sudah tahu secara flow pintu masuk, tenant, fasilitas, itu tidak perlu kita pikirkan. Sedangkan di sini, kita (promotor) harus memikirkan lagi nanti tenant ditaruh dimana, fasilitas umumnya bagaimana, itu yang membuatnya jadi mahal,” kata Ayu.
“Harusnya juga dibantu sama pemerintah juga karena kalau venue kan kita sebagai promotor bikin venue sendiri juga susah,” tambahnya.
Lebih lanjut Ayu menyampaikan, sekalipun Indonesia memiliki venue yang hampir memadai seperti Corner Stone di Bandung, Jawa Barat, venue itu kebanyakan digunakan untuk kegiatan keagamaan sekitar. Bila menyewa venue dan unloading barang pada hari libur pun, mereka harus terburu-buru agar tidak mengganggu berjalannya ibadah.
Baca juga: Spotify hadirkan fitur untuk pantau jadwal konser di "venue" favorit
Baca juga: Wamen Ekraf jajaki kolaborasi bisnis kreatif dengan Korea
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































