Jakarta (ANTARA) - Suara kaum buruh kembali bergaung sebagai seruan global untuk menegaskan esensi menjadi benteng pertama terhadap ketidakadilan dan pengingat bagi dunia bahwa kemajuan tanpa keadilan hanya akan menghasilkan ketimpangan baru.
Hal itu menjadi pesan khusus yang disampaikan penulis sebagai ketua delegasi serikat pekerja/serikat buruh Indonesia pada Sidang ILC - ILO ke-113 di Gedung United Nation Jenewa Swiss pada 9 Juni 2025 pukul 11.55 waktu setempat.
Seruan disampaikan agar tak sekadar menyentuh ranah normatif, tapi sekaligus menjadi panggilan moral bagi seluruh pemimpin dunia.
Sudah saatnya dunia dijeda sejenak dan diingatkan bahwa sejarah eksploitasi manusia oleh manusia tak pernah benar-benar usai, hanya berganti bentuk dan medan. Dulu dalam wajah kapitalisme industri, kini dalam platform ekonomi digital dan algoritma kecerdasan buatan.
Ketika dunia pernah gagap menghadapi eksploitasi pada awal revolusi industri, kini sejarah itu terulang dalam bentuk baru yang lebih halus melalui ketimpangan yang dibungkus efisiensi, eksploitasi yang disamarkan dalam fleksibilitas.
Namun semua perlu diingatkan, tak selayaknya manusia tunduk pada sistem yang diciptakannya sendiri.
Kecerdasan buatan dan platform digital adalah hasil kreasi manusia, bukan entitas otonom yang berhak memperbudak penciptanya. Karena itu, persoalan ini bukan teknis belaka, melainkan soal keberpihakan dan kepemimpinan.
Jika para pemimpin baik di level pemerintahan, serikat buruh, maupun pengusaha benar-benar ingin melindungi manusia, maka regulasi, perlindungan, dan keadilan bukanlah utopia, melainkan keniscayaan.
Dalam konteks itu, solidaritas buruh memegang kunci yang bukan sekadar simbol kebersamaan kelas pekerja, tapi katalis yang bisa memicu lompatan peradaban dunia.
Ketika buruh bersatu lintas negara, lintas sektor, dan lintas isu, maka agenda keadilan sosial tidak bisa lagi diabaikan.
Inilah yang mendasari dukungan buruh Indonesia terhadap langkah ILO untuk merumuskan Konvensi dan Rekomendasi internasional guna mengatur platform ekonomi digital.
Bagi Indonesia, ini bukan sekadar simbol, tetapi langkah konkret yang akan menyentuh langsung sekitar enam juta pengemudi daring yang selama ini berada dalam zona abu-abu ketenagakerjaan.
Dengan regulasi yang tepat, mereka bukan hanya akan diakui sebagai pekerja formal, tetapi juga mendapatkan perlindungan yang melekat, mulai dari jaminan sosial hingga kepastian pendapatan.
Bahaya biologis
Namun perjuangan tidak berhenti di situ. Satu hal yang sangat krusial, dan seringkali luput dari sorotan, adalah bahaya biologis atau keselamatan dan kesehatan kerja.
Buruh Indonesia menyuarakan keyakinan bahwa pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto memiliki potensi untuk meningkatkan standar keselamatan kerja, khususnya di sektor-sektor berisiko tinggi seperti pertambangan dan industri ekstraktif.
Di sektor ini, perluasan industri kerap mengorbankan nyawa dan keselamatan pekerja. Pengawasan ketat dan penegakan hukum menjadi prasyarat mutlak untuk memastikan bahwa ekspansi ekonomi tidak terjadi dengan mengorbankan martabat manusia.
Lebih jauh, dalam forum ini pula tersuarakan pentingnya revisi terhadap Konvensi Perburuhan Maritim 2006.
Dengan amandemen yang telah disepakati, buruh maritim kini mendapatkan perlindungan yang lebih nyata, mulai dari hak cuti yang manusiawi, hingga jaminan pemulangan dan perlindungan terhadap kekerasan dan pelecehan.
Di sinilah peran ILO begitu vital, mendidik negara agar tidak hanya bertindak sebagai penguasa administratif, tetapi juga sebagai pelayan kemanusiaan.
ILO telah menantang negara, baik republik maupun kerajaan, untuk melampaui batas wilayah dan bertindak demi nilai-nilai universal.
Masalah pekerja informal juga menjadi titik penting. Dengan membengkaknya sektor informal, terutama di era digital, maka formalisasi menjadi langkah strategis.
Ketidakpastian kerja, penghasilan yang tak menentu, dan tiadanya perlindungan sosial telah menciptakan generasi pekerja yang rentan dan nyaris tak terlihat dalam sistem hukum ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, upaya menjadikan pekerja informal sebagai pekerja formal harus menjadi agenda global.
Perlindungan sejati
Di Indonesia, langkah Presiden Prabowo untuk menghapus praktik outsourcing ilegal serta melarang kontrak jangka pendek yang berulang menjadi sinyal positif bahwa negara mulai kembali ke arah perlindungan sejati terhadap tenaga kerja.
Di tengah berbagai dinamika tersebut, sudah saatnya mengajak dunia untuk kembali menengok semangat Konferensi Asia Afrika di Bandung tujuh dekade silam.
Konferensi yang melahirkan Prinsip Bandung menjadi pengingat bahwa hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan bukanlah barang dagangan atau kebijakan yang bisa dinegosiasikan, melainkan nilai dasar yang tidak boleh dikompromikan.
Dalam kerangka itu pula, pengakuan terhadap Palestina sebagai Negara Pengamat Non-Anggota di ILO menjadi langkah penting menuju pengakuan penuh terhadap eksistensi dan hak-hak bangsa yang selama ini tertindas.
Ini bukan sekadar keputusan administratif, tapi representasi solidaritas global terhadap perjuangan yang lebih besar.
Pesan ini, dalam keseluruhannya, bukan hanya sebuah pernyataan sikap, tapi juga sebuah peta jalan.
Namun juga menggambarkan bagaimana masa depan perburuhan, teknologi, dan keadilan sosial bisa dipertemukan dalam kerangka yang harmonis jika semua pihak berani menempatkan manusia sebagai poros utama kebijakan.
Dunia kerja bukanlah sekadar ruang produksi, tetapi juga ruang bagi sisi kemanusiaan, tempat di mana nilai-nilai luhur harus ditegakkan, dan martabat manusia dijaga.
Dalam konteks itu, buruh bukan hanya subjek yang perlu dilindungi, tetapi juga agen perubahan yang menggerakkan sejarah.
Dari Jenewa, perwakilan buruh Indonesia ingin menyerukan pesan global bahwa perubahan hanya akan terjadi jika ketiganya bersatu, bukan dalam relasi kuasa, tapi dalam semangat kolaborasi.
Karena pada akhirnya, kemajuan dunia tidak ditentukan oleh seberapa cepat teknologi berkembang, tapi seberapa adil dan manusiawi dunia kerja yang dibangun bersama-sama.
*) Penulis adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Ketua Delegasi Buruh Indonesia dalam Sidang ILC-ILO ke-113 di Jenewa.
Copyright © ANTARA 2025