Jakarta (ANTARA) - Pengamat peternakan Rochadi Tawaf menilai rencana Danantara untuk menanamkan investasi Rp20 triliun lebih baik diarahkan untuk merevitalisasi peternakan-peternakan ayam yang sudah ada ketimbang membangun baru.
Rochadi menyatakan bahwa membangun peternakan ayam dari nol berisiko tinggi dan memakan waktu lama.
"Lebih realistis jika pemerintah masuk ke perusahaan yang sudah ada, terutama yang bangkrut, lalu direvitalisasi," kata Rochadi yang juga dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia itu menambahkan kondisi peternakan rakyat saat ini memprihatinkan.
Menurut dia, banyak lahan peternakan rakyat disewakan kepada pihak asing, sementara infrastruktur yang ada tidak dimanfaatkan optimal.
"Peternakan rakyat amburadul karena tekanan industri. Kenapa tidak diarahkan pembiayaan itu untuk memperbaiki peternakan rakyat, lalu hilirisasinya ke industri nuget besar agar produk rakyat terserap," ujarnya.
Rochadi menilai langkah membangun peternakan baru berpotensi sulit bersaing dengan perusahaan swasta besar yang telah menguasai pasar.
Sebelumnya, pemerintah melalui Danantara menyampaikan rencana investasi Rp20 triliun untuk membangun peternakan ayam pedaging dan petelur.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjelaskan pembangunan peternakan ayam terintegrasi tersebut akan dimulai pada Januari 2026 untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG) serta memperkuat ketahanan dan kemandirian pangan nasional.
Amran menyatakan pembangunan akan difokuskan di wilayah-wilayah yang masih mengalami kekurangan pasokan ayam dan telur.
Baca juga: Anggota DPR beri saran terhadap investasi Rp20 triliun buat peternakan
Baca juga: Danantara dukung pembangunan peternakan ayam demi pasok MBG
Baca juga: Mentan: Harga telur naik berdampak positif bagi peternak berkat MBG
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































