Pakar sebut pemulihan pasca-stroke adalah perjalanan temukan diri

3 months ago 7

Jakarta (ANTARA) - Bagi banyak penyintas stroke, masa pemulihan sering kali menjadi perjalanan yang lebih berat daripada fase pengobatan itu sendiri, demikian kata CEO Bethsaida Healthcare Prof dr Hananiel P. Wijaya, MM, M.Sc, CIA.

Menurut dia, bukan hanya karena tubuh yang tidak lagi merespons seperti dahulu, tetapi juga karena rasa kehilangan, baik terhadap kemampuan fisik, peran sosial, maupun jati diri.

Stroke bisa mengganggu berbagai fungsi tubuh, mulai dari gerak motorik hingga kemampuan bicara. Namun, pemulihan tidak sebatas mengembalikan apa yang hilang secara fisik. Di balik terapi dan latihan rutin, terdapat kebutuhan akan pemulihan mental, emosional, dan sosial yang sering kali luput dari perhatian.

Prof Hananiel menekankan bahwa fase ini tidak boleh dipandang sebagai kelanjutan pasif dari masa rawat inap.

Baca juga: "Pasukan Putih" bisa berikan layanan kesehatan pada pasien pascastroke

“Pemulihan pasca-stroke tidak berhenti di hospital. Banyak pasien kehilangan kemandirian karena kurangnya dukungan yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Menurut dokter spesialis rehabilitasi medik Bethsaida Hospital Gading Serpong dr Raymond Posuma, Sp.KFR, MS (K), FIPM (USG), rehabilitasi pasca-stroke merupakan fase penting yang harus dijalankan untuk mendukung pemulihan pasien.

"Stroke memang dapat memengaruhi berbagai fungsi motorik dan kognitif, namun dengan terapi yang tepat, pasien memiliki peluang besar untuk kembali menjalani aktivitas sehari-hari, seperti berjalan, berbicara, bahkan makan secara mandiri," katanya.

Menurutnya, intervensi rehabilitatif yang terstruktur dan berkelanjutan dapat membantu pasien meminimalkan risiko disabilitas dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Rehabilitasi tidak hanya berfokus pada pemulihan gerak, tapi juga melatih ulang fungsi otak serta membangun kembali kemandirian dan kepercayaan diri pasien, jelasnya.

Baca juga: Dokter jelaskan mekanisme obat kolesterol yang umum digunakan

Langkah pertama yang penting dalam proses ini adalah memastikan pasien memulai rehabilitasi sesegera mungkin setelah kondisi medis stabil. Terapi seperti fisioterapi dan okupasi bukan sekadar rutinitas, melainkan upaya mengembalikan kemampuan dasar yang selama ini dianggap remeh seperti berdiri, mengambil barang, atau bahkan tersenyum. Namun, tidak semua proses ini berjalan mulus. Banyak pasien merasa frustrasi, kehilangan motivasi, bahkan menarik diri dari lingkungan sosial mereka.

Di sinilah dukungan psikososial menjadi penting. Kesehatan mental memainkan peran besar dalam menentukan seberapa cepat dan seberapa jauh pasien bisa pulih. Konseling, dukungan keluarga, dan keterlibatan dalam aktivitas sosial dapat membantu membangun kembali kepercayaan diri dan semangat hidup pasien.

Beberapa pusat rehabilitasi bahkan mulai mengintegrasikan pendekatan yang disebut social prescription, yaitu menghubungkan pasien dengan komunitas atau aktivitas sosial yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Aktivitas seperti berkebun, melukis, atau sekadar duduk bersama dalam kelompok diskusi ringan telah terbukti mampu memberikan dampak positif terhadap proses penyembuhan.

Selain dukungan sosial, lingkungan fisik juga memegang peran penting. Sebuah tempat yang aman, nyaman, dan dirancang untuk mendorong kemandirian dapat mempercepat pemulihan.

Baca juga: Kemenkes beri tips sehat cegah "heat stroke" saat Armuzna

Baca juga: Jenis-jenis stroke: Beda stroke iskemik dan hemoragik dan penyebabnya

Baca juga: Apa itu stroke? Gejala awal yang harus diwaspadai dan cara tanganinya

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |