MUI: Perlu redefinisi gerakan dakwah agar tetap relevan di era digital

1 hour ago 1
Audiens umat sekarang sudah berubah. Mereka adalah para anak muda, Generasi X, milenial, Z, hingga Generasi Alpha...Gap ini harus diatasi oleh MUI

Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai lembaga-lembaga keagamaan dan para juru dakwah tidak bisa lagi mempertahankan pola dakwah konvensional, sehingga perlu mendefinisikan kembali gerakan dakwah agar tetap relevan bagi generasi yang tumbuh dalam kultur digital.

“Audiens umat sekarang sudah berubah. Mereka adalah para anak muda, Generasi X, milenial, Z, hingga Generasi Alpha. Mereka semuanya digital native. Sementara kami adalah kelompok tua yang imigran digital. Gap ini harus diatasi oleh MUI,” ujar Ketua MUI Bidang Infokom Masduki Baidlowi saat berkunjung ke Antara Heritage Center (AHC) Jakarta, Jumat.

Masduki mengatakan dunia keulamaan kini menghadapi tantangan baru yang tidak bisa lagi dianggap sepele yakni dominasi algoritma dalam mesin pencarian, media sosial, dan kecerdasan buatan (AI).

Menurutnya, otoritas ulama yang selama ini menjadi rujukan umat mulai tergerus oleh kekuatan baru yang hadir dalam bentuk sistem digital berbasis algoritma.

Baca juga: MUI dukung usulan penguatan kompetensi juru dakwah

“Otoritas ulama itu saat ini sedang terancam. Dan yang mengancam itu adalah algoritma di dalam mesin internet, di Google, di AI, dan berbagai platform lainnya,” ujar Masduki.

Tanpa adaptasi, kata dia, peran ulama dan ustad akan tergerus dan digantikan oleh algoritma yang mengatur arus informasi di dunia digital.

Ia menjelaskan MUI harus mengambil langkah strategis untuk menjawab tantangan era digital tersebut. Jika tidak, ia khawatir otoritas ulama akan semakin tersisih oleh arus informasi yang dikendalikan algoritma global.

Dengan dinamika informasi yang semakin cepat dan kompleks, Mastuki mengingatkan masa depan dakwah dan bimbingan keumatan bergantung pada kemampuan lembaga-lembaga keagamaan untuk bertransformasi secara digital, tanpa kehilangan nilai-nilai keilmuan yang menjadi landasan utama keberadaan ulama.

Di samping itu MUI juga akan membahas perihal terbentuknya Eco Chamber, sebuah ruang gaung digital yang hanya memperkuat informasi tertentu tanpa adanya verifikasi kebenaran.

Baca juga: MUI jelaskan esensi dakwah adalah ajak umat manusia pada kebenaran

Menurut Mastuki, fenomena ini menjadi salah satu penyebab berkembangnya teori konspirasi dan hoaks yang menyebar lintas kelompok masyarakat.

Ia mencontohkan bagaimana isu-isu bohong bisa berkembang menjadi keyakinan kuat di kelompok tertentu, karena algoritma membuat pengguna terus terpapar informasi serupa.

Mastuki menyebut kondisi ini sebagai post-truth situasi ketika kebenaran dibangun bukan berdasarkan fakta, tetapi oleh kekuatan sistem digital yang memperkuat opini tertentu.

“Begitu kita membaca satu, maka akan datang lima dengan tema yang sama. Makin masif, makin dianggap kebenaran,” ujarnya.

Menurut Masduki, dua tantangan tersebut akan menjadi pembahasan rapat pimpinan dalam penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI MUI di Jakarta pada 20-23 November 2025.

Baca juga: Komisi Dakwah MUI: Penting kembangkan pemahaman Islam moderat

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |