Momentum Lebaran 2025: Merajut persatuan di tengah polarisasi politik

1 day ago 5
Mari jadikan Lebaran 2025 sebagai momentum untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang mungkin sempat terkoyak, demi Indonesia yang lebih harmonis, kuat, dan bersatu.

Jakarta (ANTARA) - Lebaran selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Indonesia. Lebih dari sekadar perayaan keagamaan, Lebaran adalah ajang mempererat silaturahmi, berbagi kebahagiaan, dan menumbuhkan kembali semangat kebersamaan.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan besar berupa polarisasi politik yang semakin tajam. Pemilu 2024 yang baru saja berlalu meninggalkan residu ketegangan, membuat perbedaan politik merasuk hingga ke ranah keluarga, komunitas, dan media sosial.

Apakah Lebaran 2025 bisa menjadi momentum untuk merajut kembali persatuan? Bagaimana kita sebagai bangsa dapat bergerak maju tanpa harus mengorbankan kebebasan berpendapat dan semangat demokrasi?

Ancaman bagi kohesi sosial

Polarisasi politik di Indonesia bukan lagi sekadar perbedaan pendapat, tetapi telah berkembang menjadi sekat-sekat sosial yang menghambat komunikasi dan kerja sama antarwarga.

Peneliti Senior Pusat Riset Politik BRIN Lili Romli mengatakan polarisasi politik menyebabkan masyarakat terbelah dalam blok masing-masing sehingga mengganggu kohesi sosial dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.

Survei Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) pada Maret 2023 menunjukkan bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelompok besar: 57 persen cenderung pro-pemerintah dan 43 persen menunjukkan sikap oposisi yang lebih konservatif.

Adapun faktor-faktor utama yang memperparah polarisasi ini. Pertama, perbedaan pilihan politik dalam pemilu, khususnya dalam mendukung calon presiden tertentu.

Kedua, dugaan keterlibatan penguasa dalam mendukung salah satu kandidat secara tidak netral. Ketiga, narasi yang dimainkan oleh media sosial, termasuk penggunaan buzzer dan kampanye hitam yang memperkeruh suasana.

Tak hanya berdampak pada politik, polarisasi juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Tradisi diskusi sehat semakin sulit dilakukan karena setiap perbedaan pendapat dianggap sebagai ancaman.

Baca juga: Puan: Idul Fitri 1446 H momen pererat persaudaraan

Momen bangun kembali jembatan persatuan

Di tengah ketegangan politik yang masih terasa, Lebaran 2025 bisa menjadi momentum strategis untuk rekonsiliasi.

Seperti yang diungkapkan Lili Romli, tradisi halalbihalal memiliki kekuatan untuk mencairkan suasana dan menjadi ajang rekonsiliasi, tidak hanya bagi masyarakat umum, tetapi juga bagi para elit politik.

Lebaran bisa dimanfaatkan untuk membangun dialog yang sehat. Pasalnya, silaturahim saat Lebaran memungkinkan berbagai pihak duduk bersama dalam suasana yang lebih cair, membuka ruang diskusi yang lebih terbuka, dan menghilangkan sekat-sekat politik yang selama ini membatasi interaksi.

Kemudian, menekan ego dan dendam politik. Pemilu sudah selesai, saatnya membuka lembaran baru. Para elit politik diharapkan lebih bijak dalam meredam ketegangan dan memberikan contoh bagi masyarakat bahwa kepentingan bangsa harus diutamakan di atas kepentingan kelompok.

Selanjutnya, meningkatkan solidaritas sosial. Tradisi berbagi di hari Lebaran bisa menjadi sarana untuk menunjukkan bahwa kepedulian dan kebersamaan jauh lebih penting dibanding perbedaan pandangan politik.

Baca juga: SBY hingga JK hadiri gelar griya Idul Fitri 1446 H di Istana Merdeka

Peran nasionalisme jaga persatuan

Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina menekankan bahwa semangat nasionalisme masih kuat di masyarakat.

Fenomena kampanye daring seperti #KaburAjaDulu atau Indonesia Gelap justru menunjukkan betapa besarnya kepedulian publik terhadap arah kebijakan pemerintah.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa polarisasi sering kali terjadi karena kegagapan elit dalam merespons kritik publik. Ketika pemerintah kurang berempati dan lebih bersikap defensif terhadap aspirasi rakyat, ketegangan politik semakin meningkat.

Oleh karena itu, diperlukan pola komunikasi yang lebih partisipatif dan dialogis antara pemerintah dan masyarakat.

Beberapa langkah konkret yang bisa diambil untuk memperkuat semangat nasionalisme di tengah perbedaan politik, yakni meningkatkan keterbukaan pemerintah dalam merespons kritik agar tidak menimbulkan antipati dari masyarakat.

Lalu, mendorong kesadaran masyarakat bahwa perbedaan politik bukanlah perpecahan tetapi bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Selanjutnya, menjadikan Lebaran sebagai momen untuk membangun narasi persatuan, baik melalui pidato kenegaraan, tokoh agama, maupun media sosial.

Media sosial

Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial menjadi faktor utama dalam memperkuat polarisasi di Indonesia. Sejak Pilpres 2014, Pilgub DKI 2017, hingga Pilpres 2019, penggunaan buzzer dan penyebaran hoaks telah memperparah jurang perbedaan di masyarakat.

Caroline Paskarina menegaskan bahwa media sosial memiliki dua sisi, yaitu menjadi sarana edukasi dan demokrasi dan menciptakan perpecahan jika tidak digunakan dengan bijak.

Untuk itu, literasi digital menjadi kunci utama dalam menangkal polarisasi di media sosial.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat untuk lebih bijak dalam bermedia sosial. Pertama, mengecek kebenaran informasi sebelum membagikannya guna mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu kebencian.

Kedua, menghindari debat yang provokatif dan lebih mengutamakan diskusi berbasis data dan fakta. Ketiga,tidak terprovokasi oleh buzzer atau narasi yang memecah belah.

Keempat, menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif dan nasionalisme, seperti semangat gotong royong dan persatuan.

Bangun bangsa dengan semangat Lebaran

Lebaran 2025 bisa menjadi titik balik untuk mengurangi ketegangan politik dan membangun kembali persatuan bangsa. Dengan semangat silaturahim, gotong royong, dan saling memaafkan, kita bisa memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan mengurangi dampak negatif polarisasi.

Para elit politik perlu menunjukkan sikap rekonsiliatif, sementara masyarakat harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak terjebak dalam narasi yang memecah belah.

Mari jadikan Lebaran 2025 sebagai momentum untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang mungkin sempat terkoyak, demi Indonesia yang lebih harmonis, kuat, dan bersatu.

Baca juga: Momen hangat Prabowo, Titiek, dan Didiet rayakan lebaran bersama

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |