Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) ini akan diberlakukan secara menyeluruh sebesar 100 persen untuk periode satu tahun.
Hal itu dikatakannya usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, membahas mengenai kebijakan terkait devisa hasil ekspor (DHE).
"Bapak Presiden telah meminta untuk dilakukan penjelasan terkait dengan devisa hasil ekspor. Jadi terkait dengan devisa hasil ekspor itu diberlakukan sebesar 100 persen untuk periode satu tahun," kata Airlangga dalam keterangan pers usai rapat terbatas.
Airlangga menyatakan pemerintah dan Bank Indonesia mempersiapkan fasilitas berupa tarif PPH 0 persen atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan devisa hasil ekspor.
"Kalau reguler biasa kena pajak 20 persen, tapi untuk DHE 0 persen,” ucap dia.
Lebih lanjut, Menko Perekonomian menjelaskan berbagai mekanisme yang mendukung eksportir dalam memanfaatkan DHE.
Menurutnya, para eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan kredit rupiah dari bank maupun Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
“Agunan kredit rupiah kalau mau menggunakan 'back-to-back', eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan back-to-back kredit rupiah dari bank maupun LPI untuk kebutuhan rupiah di dalam negeri,” katanya.
Airlangga menambahkan, Instrumen penempatan DHE sebagai agunan akan dikecualikan dari batas maksimal pemberian kredit (BMPK). Hal tersebut menurut Airlangga tidak mempengaruhi rasio utang perusahaan.
“Penyediaan dana yang menggunakan instrumen penempatan devisa hasil ekspor SDA sebagai agunan tidak akan mempengaruhi daripada 'gearing rasio' atau rasio utang terhadap ekuitas. Dan perusahaan diharapkan dapat menjaga tingkat utang daripada eksportir,” ucapnya.
Sementara itu, bagi eksportir yang membutuhkan rupiah untuk kegiatan usaha, Airlangga menuturkan bahwa mereka dapat memanfaatkan instrumen swap dengan perbankan.
Selain itu, para eksportir juga dapat memanfaatkan "foreign exchange swap" antara bank dengan Bank Indonesia.
“Untuk 'foreign exchange swap' antara bank dan BI, eksportir dapat meminta bank untuk mengalihkan valas DHE yang dimiliki eksportir menjadi 'swap' jual BI dalam hal eksportir membutuhkan rupiah untuk kegiatan usaha di dalam negeri,” lanjut dia.
Di samping itu, para eksportir juga dapat menggunakan valuta asing (valas) untuk keperluan pembayaran pungutan negara, pajak, royalti, dan deviden.
Airlangga menjelaskan bahwa penggunaan valas ini akan diperhitungkan sebagai pengurang dari kewajiban penempatan DHE.
“Terhadap kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP Nomor 36 dan akan diperlakukan per 1 Maret tahun ini. Dan untuk itu baik BI, OJK, perbankan, bea cukai akan mempersiapkan sistem dan oleh karena itu nanti kami akan juga memberikan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan," pungkas dia.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025