Jakarta (ANTARA) - Di pesisir Rote Ndao, lahan-lahan terbuka mulai berubah menjadi hamparan tertata yang siap menampung masa depan baru. Garis-garis tambak putih perlahan mengisi ruang yang dulunya hanya disapa angin dan ombak.
Kawasan industri pergaraman disiapkan sebagai upaya menjadikan wilayah timur Indonesia lebih berdaya. Di antara bukit rendah dan laut jernih, sebuah kerja besar disusun untuk menghidupkan kembali potensi yang lama tertidur, dengan memanfaatkan sumber daya alam bangsa.
Setiap bidang tanah yang diratakan, bukan hanya pekerjaan teknis, tetapi bagian dari perjalanan panjang menuju kemandirian bangsa. Jalan produksi dibangun, gudang dipersiapkan. Alur baru industri mulai membentuk denyutnya sendiri.
Di tengah hamparan tambak garam modern yang akan memantulkan cahaya, teknologi pengolahan bakal diterapkan untuk memastikan kualitas garam yang konsisten. Kristal putih yang lahir dari laut pun dipersiapkan memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selama ini bergantung pada impor.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik, tahun 2023 menjadi cermin yang jujur: 2,8 juta ton garam masih harus didatangkan dari luar, bernilai Rp1,35 triliun. Angka itu, seakan menegaskan ketergantungan belum benar-benar mampu diputus, sementara potensi di dalam negeri terus mengetuk pintu perubahan.
Indonesia, negeri kepulauan yang garis cakrawalanya dijahit ombak, harus mampu keluar dari ketergantungan pada negeri lain untuk sebutir garam yang lahir dari lautnya sendiri.
Dari tepian timur Indonesia, harapan mulai tumbuh. Upaya membangun kembali kemandirian garam perlahan berdiri, seperti fajar yang merayap di atas laut Rote, membawa janji bahwa kristal putih yang menjadi napas “Ibu Pertiwi” pada akhirnya dapat kembali lahir dari tanah dan bantuan Matahari di negeri sendiri.
Bukan hanya untuk harga diri bangsa, Rote Ndao, kini menghadirkan ruang bagi ribuan tenaga kerja yang menemukan harapan di balik kerja harian mereka. Kehadiran industri baru segera memperluas jalur ekonomi lokal, dari usaha kecil, hingga angkutan yang keluar masuk kawasan.
Produktivitas yang ditargetkan tumbuh, bukan hanya angka, melainkan penanda bahwa daerah ini sedang bergerak maju. Setiap siklus panen menjadi bukti bahwa kemampuan bangsa dapat dipupuk dari tanahnya sendiri.
Dampak pembangunan akan mengalir ke sektor lain, membuat desa-desa sekitar turut merasakan perubahan ritme kehidupan. Rote Ndao yang dahulu tenang, kini berdenyut lebih stabil, membawa peluang yang perlahan menata masa depan warganya.
Kini, pemerintah menyiapkan Desa Matasio, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, sebagai tonggak kemandirian garam Indonesia menuju swasembada, hingga membuka lapangan kerja. Upaya itu dilakukan melalui pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN).
Dari kristal putih yang dirangkai di tanah timur inilah muncul napas baru untuk Indonesia tercinta. Tanpa riuh, kawasan itu menjadi simbol tekad negeri untuk berdiri lebih tegak, melalui kekuatan laut sendiri dan cahaya Matahari.
Membangun industri
Pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional di Desa Matasio, Rote Ndao, menjadi langkah besar menuju kemandirian garam Indonesia, sekaligus membuka peluang kerja luas bagi masyarakat pesisir.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan kawasan modern ini dirancang sebagai tonggak swasembada garam nasional pada 2027, menghadirkan sistem produksi yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, dengan efisiensi tinggi dan ketepatan berbasis teknologi.
K-SIGN menggabungkan tambak garam modern dan otomatisasi pemantauan kualitas secara menyeluruh, menjadikan setiap kristal yang dihasilkan mengikuti standar industri, melalui proses yang bersih, terukur, dan berkelanjutan.
Kegiatan pekerjaan pembangunan K-SIGN yang dilakukan, meliputi penataan lahan garam baru, pembangunan jalan produksi, pembangunan Gudang untuk Garam Nasional.
Fasilitas washing plant dan refinery juga dibangun untuk memastikan garam berkualitas tinggi, didukung investasi Rp2 triliun yang membuka peluang keterlibatan swasta serta BUMN dalam ekosistem produksinya.
Sistem terintegrasi itu menjaga nilai tambah industri tetap berada di dalam negeri, sehingga memperkuat daya saing ekonomi nasional, baik di pasar domestik maupun dalam persaingan global.
Produksi garam yang dihasilkan diarahkan bagi kebutuhan industri penting, seperti pangan, farmasi, dan kimia, sektor yang selama ini masih bergantung pada pasokan impor dari berbagai negara.
Kehadiran K-SIGN di Rote Ndao ditargetkan mampu menghapus ketergantungan impor, memperkuat fondasi industri garam nasional, serta menyerap sekitar 26 ribu tenaga kerja lokal secara berkelanjutan.
Dampak pembangunannya diperkirakan mendorong pertumbuhan UMKM, sektor transportasi, logistik, dan jasa pendukung yang selama ini menjadi bagian penting dari denyut ekonomi masyarakat daerah.
Kawasan ini dibangun sebagai implementasi Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025, menghadirkan percepatan pembangunan pergaraman nasional, dengan prinsip ekonomi biru yang adil dan berdaya saing.
Pembangunan tahap pertama K-SIGN ditargetkan selesai pada tahun ini, sehingga pada awal tahun 2026 sudah bisa berproduksi.
Pemerintah menetapkan lokasi pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional Tahun 2025-2026 di Kabupaten Rote Ndao, dengan luas 10.764 hektare melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2025.
Potensi 2,6 juta ton
Produksi garam di Rote Ndao ditata sebagai harapan baru, dengan 2 juta ton per tahun dari 10 ribu hektare lahan, yang dapat meningkat menjadi 2,6 juta ton saat pengembangan mencapai 13 ribu hektare.
Dalam lima tahun terakhir, produksi garam nasional berayun, seperti musim yang berubah, dari 1.365.711 ton pada 2020, turun menjadi 1.092.104 ton di 2021, bahkan merosot di 2022 yang tercatat 700.635 ton.
Tahun 2023 memberi angin cerah, dengan produksi 2.551.731 ton, meski kembali mereda pada 2024 menjadi 2.043.978 ton, sementara kebutuhan nasional terus bertahan di kisaran 4,9 juta hingga 5 juta ton per tahun untuk konsumsi, industri, peternakan dan perkebunan, water treatment, hingga pengeboran minyak.
Dari celah kesenjangan besar itulah Rote Ndao hadir membawa peluang, sebab potensi produksinya mampu memasok 50 persen kebutuhan nasional, lalu sisanya disokong sentra-sentra garam lain di tanah Jawa dan wilayah sekitarnya.
Catatan KKP tahun 2024 menunjukkan 10 provinsi menjadi nadi pergaraman Indonesia, dipimpin Jawa Timur dengan 863.332 ton, disusul Jawa Tengah 536.613 ton dan Jawa Barat 211.044 ton.
Nusa Tenggara Barat menambah 41.866 ton, Sulawesi Selatan 30.099 ton, sementara NTT menyumbang 15.794 ton, lalu diikuti Aceh, Bali, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo yang menjaga denyut produksi dari wilayah timur hingga barat Nusantara.
Swasembada Garam Nasional merupakan satu dari empat tugas besar dari Presiden Prabowo Subianto, selain Kampung Nelayan Merah Putih, Revitalisasi Tambak Idle Pantai Utara Jawa, dan Revitalisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan Kelautan dan Perikanan.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































