Mengembalikan senyum para pejuang kanker cilik dengan RANKA

5 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Tepuk tangan dan tawa menggema di dalam aula Rumah Sakit Dharmais yang dijejali berpuluh-puluh anak beserta pendampingnya yang mengenakan pakaian berwarna putih.

Dua perempuan berhijab berdiri di depan, merayu anak-anak untuk ikut maju dan bernyanyi. Awalnya tidak ada yang mau dan terlihat malu-malu. Namun, setelah dibujuk, ada empat anak yang berani maju. Dipandu alunan lagu dari keempat anak itu, tempo tepuk tangan terbentuk, saling melengkapi. Nyanyian tersebut masih berlanjut, bahkan ketika para petinggi Rumah Sakit Dharmais dan Kementerian Kesehatan memasuki ruangan.

Kehebohan acara itu semakin meningkat saat dua pejuang kanker cilik, Clifford dan Arsyila, tampil di depan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, membacakan harapan-harapannya: sembuh, sembuh, sembuh.

Mantra itu diucapkan berkali-kali agar masuk alam bawah sadar dan membangkitkan semangat sesama pejuang. Tak lupa, sebagai penutup, Arsyila membacakan pantun.

"Ikan hiu makan teri, I love you Pak Menteri," katanya sebelum meninggalkan panggung. Pantun itu pun disambut dengan tepuk tangan yang mengguncang rumah sakit.

Clifford dan Arsyila adalah contih dari para pejuang kanker yang terus menjaga semangat untuk sembuh.

Harapan, ekspektasi, dan semangat dari para pejuang kanker seperti kedua bocah itu menguat dengan adanya Rencana Aksi Nasional Kanker 2024-2034. Lebih spesifiknya, Rencana Aksi Nasional Kanker Anak (RANKA) 2025-2029.

Dalam Rencana Aksi Nasional Kanker, terdapat lima kanker yang diprioritaskan, dua terbanyak kanker pada perempuan yakni kanker serviks dan kanker payudara, dua yang sering menyerang laki-laki yakni kanker paru-paru dan kanker usus, serta kanker pada anak.

Baca juga: Periksa kesehatan gratis bisa jadi solusi deteksi kanker pada anak

Baca juga: Kanker anak lebih sering ditemukan stadium akhir dibanding pada dewasa

Urgensi akan solusi

RANKA lahir karena saat ini angka kesembuhan kanker anak di Indonesia baru 24 persen, dan Pemerintah ingin meningkatkannya menjadi 50 persen.

Kanker adalah penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi penyebab kematian ketiga terbesar di Indonesia. Penyakit ini menguras kantong dan mental, karena begitu mahal dan lama pengobatannya.

Menurut Budi Gunadi, berdasarkan data Globocan 2022, Indonesia mencatat lebih dari 408.661 kasus baru kanker dan hampir 242.099 kematian akibat kanker. Sementara itu, kasus kanker anak juga menjadi perhatian utama, di mana pada tahun 2020, terdapat sekitar 11.156 kasus baru kanker pada anak usia 0-19 tahun.

Adapun leukemia menjadi jenis kanker paling banyak diderita anak-anak dengan 3.880 kasus (34,8 persen), diikuti oleh kanker getah bening (limfoma) dan kanker otak, masing-masing dengan sekitar 640 kasus (5,7 persen).

Mengapa kasusnya bisa sedemikian rupa? Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Siti Nadia Tarmizi, hal itu terjadi karena kanker pada anak sulit dikenali, gejalanya mirip penyakit lain. Padahal, deteksi dini jadi yang paling utama dalam menangani penyakit ini.

Nadia mencontohkan sejumlah kanker anak yang tingkat kesembuhannya tinggi dengan lima tahun terapi, yakni leukemia limfobiastik akut sebesar 86 persen, limfoma Hodgkin sebesar 95 persen, dan retinoblastoma sebesar 96 persen.

Terbatasnya layanan deteksi dini di fasilitas kesehatan primer, kader kesehatan dan orang tua yang belum mendapatkan edukasi dan pemahaman tentang kanker dan gejalanya, serta sistem pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional yang belum mendukung, menjadi sejumlah tantangan yang signifikan.

Sementara itu, sesuai dengan kebijakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), formulasi yang digunakan adalah CURE for ALL, yang terdiri dari Center of excellence (pusat keunggulan), Universal Health Coverage (jaminan kesehatan semesta), Regimen for treatment (regimen perawatan), Evaluation and monitoring (evaluasi dan pemantauan).

Kemudian, Advocacy (advokasi), Leveraging Financing (meningkatkan pendanaan), serta Linked Policy/Document.

Baca juga: Deteksi dini kanker anak bisa menyelamatkan nyawa

Baca juga: Pakar: Strategi multidisiplin diperlukan dalam penanganan kanker anak

Menjemput harapan

Dari kelima pilar transformasi kesehatan, setidaknya ada tiga yang membutuhkan peran pusat keunggulan, yakni transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, dan transformasi SDM kesehatan.

Oleh karena itu, Kemenkes menetapkan 15 rumah sakit vertikal yang paripurna sebagai rumah sakit rujukan, 13 di antaranya didesain sebagai pusat keunggulan yang melayani hematologi dan onkologi anak. Rumah sakit Utama dan Madya turut memperluas layanan ini, meski dengan skala lebih kecil.

"Beberapa rumah sakit khusus nasional secara aktif menangani anak-anak dengan kanker tertentu sesuai spesialisasi rumah sakit tersebut," kata Nadia. Namun, di antara 13 RS tersebut, hanya empat yang memiliki bangsal khusus kanker anak.

Sumber daya manusia juga ditingkatkan guna mendukung penanganan penyakit ini. Fokus peningkatan kapasitas rumah sakit agar mampu melayani kanker anak sesuai strata layanan, dan jumlah rumah sakit rujukan telah ditingkatkan meskipun masih terbatas.

Soal sumber daya manusia, masih terdapat kesenjangan dalam jumlah tenaga medis secara nasional. Hanya 17 dari 38 provinsi yang memiliki layanan hematologi onkologi anak. Selain itu, perlu juga pemenuhan dokter umum guna mendukung deteksi dini kanker, serta rendahnya minat untuk melanjutkan Pendidikan Subspesialis Hematologi-Onkologi Pediatri.

Oleh karena itu, Kemenkes membuat perencanaan SDM dan infrastruktur layanan kanker, peningkatan jumlah tenaga medis dan pendidikan seperti melalui program Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), transformasi Politeknik Kesehatan Kemenkes, pemberian beasiswa, serta insentif bagi tenaga medis untuk meningkatkan retensi dan distribusi tenaga ahli di daerah yang membutuhkan.

Adapun dari sisi transformasi ketahanan kesehatan, sejumlah tantangan antara lain Indonesia masih bergantung pada produk obat dan alat kesehatan impor. Selain itu, masih terbatasnya obat-obat esensial kanker, termasuk obat inovatif dan bioteknologi. Saat ini baru 42 persen obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kanker anak yang masuk ke Formularium Nasional (Fornas).

Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah menggiatkan sejumlah upaya, seperti meningkatkan kemandirian industri kesehatan, konsolidasi pengadaan obat, memperluas akses obat kanker dalam Fornas serta memperbaharui registrasi obat, juga menguatkan perencanaan kebutuhan obat kanker anak.

Pembiayaan penanganan kanker juga mengalami hambatan, antara lain karena adanya perbedaan pembiayaan yang cukup besar antara rawat jalan dan rawat inap untuk kanker anak, terbatasnya cakupan pembiayaan untuk pengobatan inovatif, serta tak banyak publik yang memiliki asuransi selain JKN.

Guna mengatasinya, ada inisiatif-inisiatif seperti Pemanfaatan Health Technology Assessment (HTA) untuk memastikan efektivitas biaya dan kendali mutu dalam pelayanan kanker, termasuk untuk obat dan kit skrining kanker, serta eksplorasi dalam Inovasi Pembiayaan (Innovative Financing) untuk obat kanker, yakni usulan skema urun biaya atau selisih biaya obat dalam JKN untuk meningkatkan akses.

Kemudian, teknologi kesehatan juga ditingkatkan, melalui pengembangan telemedis, integrasi sistem informasi ke SATU SEHAT, dan inovasi kedokteran presisi melalui pendekatan genomik melalui BGSi, dan pendirian National Biobank dan layanan genomic sequencing untuk mendukung keputusan klinis.

Dengan keseriusan pemerintah menangani penyakit kanker lewat Rencana Aksi Nasional Kanker Anak (RANKA), kita semakin diyakinkan bahwa kanker bukan akhir dari segalanya. Penyakit tersebut menjadi motivasi untuk tetap semangat menjalani hidup yang lebih sehat, serta memacu masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup dengan membangun dukungan sosial serta sistem kesehatan yang lebih baik.

Semangat dan motivasi para pejuang kanker itu kini diharapkan semakin kuat dengan adanya Rencana Aksi Nasional Kanker Anak (RANKA).

Baca juga: RI luncurkan RANKA 2025-2029 guna tangani kanker pada anak

Baca juga: Rumah Kita YKAKI, harapan di tengah perjuangan anak penderita kanker

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |