Hangzhou (ANTARA) - Antrean sudah terbentuk sejak pukul 10.00 pagi waktu setempat di depan restoran bernama La Vita in Italia di wilayah Qingtian, Provinsi Zhejiang, China.
Wisatawan dari seluruh penjuru China menunggu dengan sabar untuk mencicipi piza mereka yang terkenal, quattro stagioni, yaitu pizza tradisional Italia dengan empat rasa berbeda.
Sementara banyak kota di China memanfaatkan makanan khas lokal untuk menarik pengunjung, Qingtian, sebuah wilayah yang terletak di antara pegunungan yang berkelok, justru mengandalkan croissant, cappuccino, dan carbonara.
Menariknya, strategi ini terbukti sukses. Wilayah dengan kurang dari 200.000 penduduk tetap itu kini memiliki lebih dari 100 toko roti dan restoran bergaya Barat.
Data lokal menunjukkan bahwa setiap tahun Qingtian mengonsumsi lebih dari 2 juta porsi steik dan lebih dari 120 ton biji kopi.
Perkembangan Qingtian sebagai pusat kuliner Barat berawal dari sejarah panjang emigrasi wilayah tersebut. Qingtian merupakan kampung halaman bagi sekitar 381.000 diaspora asal China yang tinggal di lebih dari 140 negara dan kawasan, banyak di antaranya menetap di Eropa.
Selama beberapa generasi, para emigran Qingtian membangun karier di industri restoran Eropa, mereka bekerja sebagai koki, pelayan, hingga pemilik usaha. Kini, banyak di antara mereka kembali ke kampung halaman, membawa pulang cita rasa terbaik dan konsep bersantap dari negara tempat mereka tinggal, mulai dari pasta Italia, tapas Spanyol, hingga pastri Prancis dan budaya kopi khusus.
Yang Haijie, pemilik La Vita in Italia, adalah salah satunya. Dia merantau ke Italia pada 1997 dan bekerja di sektor kuliner di sana selama bertahun-tahun sebelum kembali ke Qingtian untuk membuka restoran Italia miliknya. Restoran ini dengan cepat menjadi favorit warga lokal.
"Di sebagian besar tempat di China, makanan bergaya Barat umumnya diminati oleh anak muda. Namun, di Qingtian, semua kalangan menyukainya, dari orang tua hingga anak-anak," kata Yang. "Sudah menjadi pemandangan umum melihat keluarga makan bersama di restoran bergaya Barat di sini."

Bagi Yang, alasan utama di balik pesatnya kuliner Barat di Qingtian adalah semakin majunya logistik internasional, yang memungkinkan para koki di Qingtian mendapatkan bahan-bahan segar dan autentik dari seluruh dunia dengan mudah, sehingga memungkinkan mereka mereplikasi cita rasa Eropa dari ribuan kilometer jauhnya.
Komunitas diaspora China yang kembali dari luar negeri menjadi jembatan yang membawa lebih banyak bahan dan produk asing ke Qingtian. Sejak 2018, wilayah ini menyelenggarakan ajang Overseas Chinese Imported Commodities Expo untuk mempromosikan industri perdagangan dan memperkenalkan produk global berkualitas tinggi ke pasar China.
Namun, wilayah ini tidak hanya meniru makanan bergaya Barat. Para koki di Qingtian kini juga bereksperimen dengan perpaduan berani, seperti piza yang diberi taburan sayuran lokal yang diawetkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas lokal di Qingtian telah meluncurkan berbagai kebijakan dukungan untuk mengembangkan industri kuliner Barat.
Wilayah ini mendirikan 11 pusat pelatihan dan merancang program pelatihan di sejumlah bidang seperti penyeduhan kopi, pembuatan pastri, dan pencicipan wine untuk membina tenaga ahli, menurut Chen Junyi, wakil direktur di pusat pengembangan industri kuliner Barat wilayah tersebut.
"Siapa pun yang ingin belajar tentang kuliner Barat bisa datang ke Qingtian," ujar Chen, seraya menambahkan bahwa Qingtian bertujuan melatih lebih banyak talenta untuk membawa makanan bergaya Barat ke lebih banyak tempat di China.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.