KPK usut dasar hukum pengajuan RPTKA saat periksa saksi pemerasan TKA

15 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dasar hukum penggunaan dan pengajuan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) saat memeriksa saksi kasus dugaan pemerasan izin kerja TKA pada hari Kamis (5/6).

"Saksi diperiksa terkait dengan dasar hukum yang mengatur penggunaan TKA dan pengajuan RPTKA di Kemenaker," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Koordinator Bidang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Fasilitasi Kerja Sama Kemenaker Isnarti Hasan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6).

KPK diketahui telah mengungkapkan identitas delapan tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni berinisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019—2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

Baca juga: KPK mendalami peran dua tersangka kasus pemerasan izin kerja TKA

Baca juga: KPK dalami rekening pemerasan TKA saat periksa pegawai UIN Jakarta

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA agar dapat bekerja di Indonesia.

Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para TKA akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Berdasarkan ekspose oleh KPK pada tanggal 5 Juni 2025, tersangka yang mendapatkan uang paling banyak dari pemerasan tersebut adalah Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional Haryanto yang menerima sekitar Rp18 miliar.

Haryanto sempat menjabat sebagai Direktur PPTKA Kemenaker periode 2019—2024 serta Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker pada tahun 2024—2025.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |