Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons permintaan Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk memeriksa Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
“Perkara ini sudah pelimpahan ke PN (Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, red.),” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Dengan demikian, kata Budi, KPK saat ini sedang fokus menunggu penetapan jadwal sidang untuk penerima dugaan suap, dan akan mencermati setiap fakta yang muncul dalam persidangan yang digelar terbuka dan dapat diakses oleh publik tersebut.
Selain itu, dia memastikan jaksa penuntut umum (JPU) KPK akan menghadirkan seluruh alat bukti yang terdiri atas saksi-saksi, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, hingga barang bukti yang berkaitan langsung dengan perkara tersebut.
Baca juga: KPK tunggu sidang kasus Sumut selesai sebelum panggil Bobby Nasution
Namun, Budi tidak memberitahukan lebih lanjut mengenai Bobby Nasution akan dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut atau tidak, terlebih KPK belum pernah memanggil yang bersangkutan dalam penyidikan karena sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Sebelumnya, ICW meminta KPK untuk memeriksa Bobby Nasution dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
Peneliti ICW Zararah Azhim Syah menjelaskan permintaan itu berdasarkan permintaan majelis hakim PN Tipikor pada PN Medan yang meminta KPK menghadirkan Bobby Nasution dalam persidangan pemberi dugaan suap terkait kasus tersebut.
“Nah ini sudah ada dasar hukumnya, sudah ada perintahnya, bahkan yang kami tahu dari laporan Tempo, penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada Ketua Satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tetapi ketiga Ketua Satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” ujarnya di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Diketahui, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
Baca juga: KPK tingkatkan kewaspadaan usai rumah hakim kasus jalan Sumut dibakar
Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group Muhammad Akhirun Piliang (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
Untuk peran para tersangka, KPK menduga Akhirun dan Rayhan Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































