Bandarlampung (ANTARA) - Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menyebutkan perlu pendekatan yang adaptif dari aparat penegak hukum guna mendeteksi dini calon pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal atau nonprosedural.
"Permasalahan umum yang dihadapi hari ini, modus perekrutan PMI ilegal semakin terselubung. Pola perekrutan PMI nonprosedural kini makin kompleks, sehingga perlu pendekatan adaptif dari aparat penegak hukum untuk mendeteksinya," kata Menteri P2MI Abdul Kadir Karding, di Bandarlampung, Jumat.
Dia mengungkapkan, modus yang dilakukan oleh para pelaku juga bermacam-macam mulai dari penggunaan visa ziarah atau turis, pemalsuan identitas dan dokumen perjalanan.
"Bahkan adanya penawaran kerja melalui media sosial yang sering menyasar kelompok rentan. Ini yang menyulitkan untuk dideteksi," kata dia.
Baca juga: Menteri Karding tegaskan isu bantuan Rp100 juta untuk PMI adalah hoaks
Baca juga: Wamen P2MI: PPSDM Migas Cepu jadi model pelatihan pekerja migran
Ia pun mengungkapkan, minimnya peran di akar rumput dan belum dilibatkan sepenuhnya aparat setempat seperti Bhabinkamtibmas atau perangkat desa lainnya dalam mengenali indikasi menjadi permasalahan dalam mengindikasi adanya perekrutan PMI secara ilegal.
"Oleh karena itu koordinasi antar instansi harus dimaksimalkan dalam penanganan kasus TPPO ini. Kepolisian, imigrasi, dan pemerintah daerah harus berkoordinasi karena pelaku sering berpindah lintas wilayah," kata dia.
Menteri Karding pun mengatakan, guna meminimalisir PMI non-prosedural pemerintah menerbitkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pembentukan Desk Koordinasi Perlindungan PMI.
"KP2MI bertindak sebagai tulang punggung desk ini, bekerja sama erat dengan jajaran Polri serta kementerian dan lembaga terkait, guna memastikan seluruh program pencegahan, pengawasan, dan penanganan kasus PMI terlaksana secara maksimal," kata dia.*
Baca juga: Komite III DPD RI bantu pemulangan PMI dari Turki
Baca juga: Pemerintah targetkan Lampung berangkatkan 20-30 ribu PMI tiap tahun
Pewarta: Dian Hadiyatna
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025