Depok (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Alexander Sabar menekankan pentingnya sinergi antara akademisi, peneliti, dan penegak hukum menjadi kunci dalam membangun kebijakan kriminal digital berbasis data dan ilmu pengetahuan.
"Selain itu pentingnya reformasi hukum dan menempatkan kriminologi Indonesia sebagai salah satu pusat referensi ilmiah dan kebijakan, sekaligus mendorong terciptanya ekosistem digital yang aman, adil, dan berkeadaban," kata Alexander Sabar dalam keterangannya, Jumat.
Hal tersebut ditegaskan Alexander Sabar dalam acara Seminar Nasional Kriminologi Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Kota Depok, Jawa Barat.
Menurut dia, era digital merupakan era di mana semua aspek dalam kehidupan lebih banyak memanfaatkan media digital, terjadi transformasi dari konvensional ke era digital, begitu pula dengan transformasi kejahatan di era digital.
Pelaku dalam melakukan tindak kejahatan, kata dia, memanfaatkan internet sebagai alat komunikasi yang cepat dan mudah digunakan, juga internet menciptakan hubungan transnasional, serta menciptakan peluang hubungan tidak terbatas secara geografis.
"Selain itu, Internet memiliki sifat natural yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan jenis kejahatan baru, seperti hacking, deep fake, piracy, dan sebagainya," ujarnya.
Dia mengatakan perkembangan era digital membawa tantangan baru yang semakin kompleks. Kejahatan siber, penyalahgunaan media sosial, serta munculnya bentuk kriminalitas berbasis teknologi mengubah lanskap kejahatan sekaligus cara penanggulangannya.
"Kondisi ini menuntut adanya pembaruan kurikulum, inovasi metode penelitian, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang kriminologi agar tetap relevan dengan dinamika zaman," ujarnya.
Baca juga: Menkomdigi ungkap sederet instrumen hukum untuk tindak kejahatan siber
Sementara itu, Guru Besar Kriminologi FISIP UI Prof. Muhammad Mustofa menjelaskan kriminologi digital merupakan bidang interdisipliner yang mengkaji dampak teknologi digital terhadap kejahatan, penegakan hukum, sistem peradilan, dan masyarakat.
“Bidang ini tidak hanya membahas kejahatan siber tradisional, tetapi juga bagaimana alat digital, data, dan teknologi baru membentuk perilaku kriminal, viktimisasi, dan respons masyarakat,” ujarnya.
Mustofa juga menyoroti sejumlah bidang penting dalam studi kriminologi digital, antara lain dampak digitalisasi terhadap perubahan pola dan metode kejahatan. Selain itu kejahatan siber, termasuk peretasan, penipuan online, dan pencurian identitas, forensik digital untuk ekstraksi data dan analisis bukti, adaptasi penegak hukum, seperti kepolisian prediktif berbasis AI.
"Selanjutnya pola viktimisasi siber dan strategi pencegahan, serta keterlibatan warga melalui platform digital dalam pelaporan dan pemantauan komunitas," ujarnya.
Baca juga: Plt Dirjen Pengawasan Ruang Digital fokus ciptakan ruang digital sehat
Baca juga: Akademisi tekankan pentingnya literasi digital cegah kejahatan digital
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































