Nairobi (ANTARA) - Di sebuah kafe yang nyaman di Distrik Karen di Nairobi, biji kopi Kenya grade AA yang berwarna cokelat kastanya digiling secara hati-hati, diekstraksi, dan kemudian diseduh di bawah tatapan penuh konsentrasi seorang barista lokal.
Rasa pahit berubah menjadi sesuatu yang menakjubkan. Aroma keasaman pun menguar, mengingatkan kita pada buah-buahan tropis yang ranum dan segar. Aroma itu dengan cepat memenuhi ruangan, membangkitkan indra manusia.
Afrika Timur, kawasan tempat Kenya berada, memiliki ikatan tak terpisahkan dengan kopi, sementara Ethiopia, yang berada di Tanduk Afrika, secara luas dikenal sebagai tempat kelahiran kopi. Biji-biji kopi spesial, seperti kopi grade AA dari Kenya dan Yirgacheffe dari Ethiopia, digemari oleh para pencinta kopi di seluruh dunia dan tetap menjadi komoditas paling dicari di pasar dunia.
"Berasal dari Afrika" hingga akhirnya "Keluar dari Afrika," biji-biji kopi yang sederhana itu membawa kisah kolonialisme dan eksploitasi yang menyakitkan. Kini, biji ajaib tersebut menjadi simbol ketahanan dan kemandirian bagi Afrika dan Global South, menjadi saksi kebangkitan gelombang baru dari Global South.
Berkah tidak terduga dari Afrika
Kopi sering kali dianggap sebagai berkah yang tak terduga dari Afrika.
Menurut legenda, sekitar tahun 800 Masehi di wilayah Kaffa, Ethiopia selatan, seorang penggembala kambing bernama Kaldi menyadari bahwa kambing-kambingnya menjadi sangat energik dan lincah setelah mengonsumsi buah beri merah dari semak belukar yang tidak familier baginya.
Karena penasaran, Kaldi mencoba buah beri tersebut dan merasakan efek energik yang serupa. Dia kemudian membagikan penemuannya itu kepada sebuah biara setempat, di mana para biarawan, yang awalnya skeptis, akhirnya merasakan sendiri bahwa minuman yang terbuat dari buah beri tersebut membantu mereka tetap terjaga saat beribadah selama berjam-jam.
Kisah itu, meskipun belum terbukti kebenarannya, diterima secara luas sebagai kisah asal mula kopi. Kata "kopi" diyakini berasal dari "Kaffa", daerah tempat buah kopi pertama kali ditemukan.
Hingga saat ini, kopi tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Ethiopia. Ada sebuah ungkapan yang berbunyi "Buna dabo naw" (kopi adalah roti bagi kami), yang menggambarkan pentingnya kopi dalam kehidupan warga Ethiopia.
Arabica dan Robusta, dua varietas biji kopi paling terkenal di dunia, diyakini berasal dari Afrika. Iklim dataran tinggi di Afrika Timur memberikan kondisi ideal untuk membudidayakan biji kopi Arabica, sedangkan wilayah dataran rendah di Afrika Tengah, Afrika Barat, dan sebagian Afrika Timur sangat cocok untuk budi daya biji kopi Robusta.
Kedua varietas tersebut memainkan peran penting dalam industri kopi global, memenuhi beragam preferensi konsumen dan mendukung perekonomian daerah penghasil kopi di seluruh dunia.
Kawasan Lake Victoria Crescent, dengan kondisi medan dan iklim tropisnya yang mendukung, menyediakan lingkungan ideal untuk budi daya kopi Robusta. Dengan ciri tanah yang subur dan curah hujan yang konsisten, kawasan itu telah lama dikenal sebagai habitat asli pohon kopi Robusta liar.
Selama berabad-abad, pohon kopi Robusta liar tumbuh subur di hutan-hutan alami di Uganda. Jauh sebelum kedatangan penjajah Eropa, masyarakat etnis Baganda sudah memulai budi daya kopi.
Kini, di wilayah-wilayah penghasil kopi tradisional, seperti daerah di sekitar Gunung Elgon dan Pegunungan Rwenzori, beberapa pohon kopi kuno masih berdiri tegak, menjadi saksi warisan kopi Uganda yang tak lekang oleh waktu.
Buah kopi dan cambuk
"Saya memiliki sebuah perkebunan di Afrika, tepatnya di kaki Perbukitan Ngong. Garis Khatulistiwa membentang melintasi dataran tinggi ini, 100 mil (sekitar 160 kilometer) ke arah utara, dan perkebunan tersebut berada di ketinggian lebih dari 6.000 kaki (sekitar 1.828 meter)."
Karen Blixen, seorang penulis asal Denmark, memulai memoarnya yang berjudul "Out of Africa" pada 1937 dengan kalimat ikonis di atas.
Dalam buku tersebut, Blixen menceritakan pengalamannya selama periode 1914 hingga 1931, di mana dia mengelola sebuah perkebunan kopi di Afrika Timur yang dikuasai Inggris, yang kini dikenal sebagai Kenya.
Penuturan Blixen tersebut memberikan wawasan tentang kompleksitas kolonialisme dan perubahan pribadi yang dialaminya selama berada di Afrika.
Pada akhir abad ke-19, didorong oleh motif untuk mencari profit, kekuatan kolonial Barat secara paksa merampas lahan dari masyarakat pribumi di Afrika Timur guna mendirikan perkebunan tanaman komersial seperti kopi.
Pada 1893, misionaris-misionaris asal Prancis memperkenalkan kopi ke Kenya, menanam benih varietas Bourbon pertama dari Pulau Reunion di dekat Nairobi. Dua tahun kemudian, pada 1895, pemerintah Inggris mendeklarasikan wilayah tersebut sebagai Protektorat Afrika Timur Inggris, dan pada 1920, wilayah itu menjadi Koloni Kenya di bawah kekuasaan kolonial Inggris secara langsung.
(Bersambung ke Bagian 2)
Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025