Kilas balik perjalanan UU DKJ 

1 month ago 13

Jakarta (ANTARA) - Kota Jakarta punya perjalanan cukup panjang menyoal penamaan dan statusnya, terhitung sejak abad ke-14, kala masih bernama Sunda Kelapa dan menjadi pusat pelabuhan Kerajaan Padjadjaran.

Di antara nama-nama dan status yang pernah melekat pada kota ini, Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi salah satu yang paling dikenal karena disandang cukup lama oleh Jakarta, tercatat sejak tahun 1961.

Lalu, setelah lebih dari 40 tahun, Kota Jakarta pun bersiap diganti statusnya menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Penggantian tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang disahkan pada 15 Februari 2022.

Wakil Presiden periode 2019-2024 Ma'ruf Amin dalam lawatannya ke Shanghai, Tiongkok pada 19 September 2023 menyinggung terkait penamaan DKJ ini, sekaligus membahas sekilas tentang pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) DKJ. RUU itu memuat konsep Daerah Khusus Jakarta menjadi kota global dan pusat ekonomi terbesar di Indonesia.

Pembahasan RUU DKJ menjadi konsekuensi atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Sembari pembahasan RUU berjalan, tim khusus (timsus) penyusun dan penyempurnaan usulan untuk naskah akademik dan RUU DKJ pun dibentuk.

Di sela pembahasan itu, nama Daerah Khusus Ekonomi Jakarta muncul. Ini dikatakan menjadi pilihan nama baru selain DKJ.

Hampir tiga bulan berselang, yakni pada 4 Desember 2023, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui RUU DKJ untuk dibahas di tingkatan selanjutnya, dan sehari setelahnya DPR RI melalui rapat paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 menyatakan RUU DKJ sebagai usul inisiatif DPR.

Berganti tahun, DPR RI pada 28 Maret 2024 mengesahkan RUU DKJ menjadi undang-undang dalam rapat paripurna ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024.

Semester pertama tahun 2024, atau tepatnya Kamis, 25 April 2024 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta ditandatangani oleh Presiden (saat itu Joko Widodo).

Penandatanganan ini dengan pertimbangan bahwa perlunya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat khusus untuk menghormati kesejarahan, ciri khas, dan karakteristik kekhususan Jakarta.

Mendagri Tito Karnavian (tengah) bersama jajarannya menyampaikan pandangannya dalam rapat kerja mengenai kelanjutan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR dan DPD di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Baleg DPR menargetkan pembahasan RUU DKJ selesai disahkan pada 4 April 2024 pascapengiriman daftar inventarisir masalah (DIM) dari pemerintah resmi dibahas hari ini. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Pasal 1 ayat 1 dan 2 UU tersebut menyatakan bahwa Provinsi DKJ adalah provinsi dengan kekhususan dalam menyelenggarakan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kekhususan pemerintahan yang dimaksud yaitu terkait pelaksanaan fungsi sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global.

UU tersebut juga mengatur kedudukan dan fungsi, batas dan pembagian wilayah, asas dan susunan pemerintahan, dewan kota/dewan kabupaten dan lembaga musyawarah kelurahan. Lalu, urusan pemerintahan dan kewenangan khusus, kerja sama dalam dan luar negeri, pendanaan, serta kawasan aglomerasi DKJ.

Selain itu, Pasal 71 UU ini mengamanatkan bahwa peraturan pelaksanaan atas UU DKJ ditetapkan paling lama dua tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.

Sayangnya, UU tersebut belum dapat berlaku lantaran ada ketentuan dalam Pasal 73 yang menerangkan bahwa UU tersebut berlaku pada saat ditetapkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemindahan ibu kota.

Dalam perjalanannya, bahkan belum berusia setahun, hadirnya UU Nomor 2 Tahun 2024 ternyata dianggap belum mengatur secara tegas perubahan nomenklatur (nama) jabatan dan status pemerintahan di Jakarta usai ibu kota pindah ke IKN. Atas alasan itu, Baleg DPR merancang perubahan atas undang-undang tersebut.

Pada Selasa, 19 November 2024, DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta menjadi Undang-Undang.

Perubahan ini terdiri dari penyisipan empat pasal terkait pengaturan perubahan nomenklatur (nama) jabatan, yakni Pasal 70A, 70B, 70C, dan 70D, di antara Pasal 70 dan 71 UU DKJ.

Ini diperlukan guna menjamin perubahan kedudukan Provinsi Jakarta diikuti dengan perubahan nomenklatur jabatan gubernur, wakil gubernur, anggota DPRD, anggota DPD dan anggota DPR daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Jakarta hasil Pemilu 2024.

Dengan begitu, jabatan gubernur dan wakil gubernur, anggota DPRD, serta anggota DPD dan anggota DPR daerah pemilihan Dapil Provinsi Jakarta hasil Pilkada 2024 nantinya dinyatakan sebagai gubernur dan wakil gubernur DKJ, anggota DPRD DKJ, dan anggota DPD dan DPR Dapil DKJ.

Selain itu, terdapat pula perubahan dalam ketentuan mengingat angka 1 UU DKJ, yaitu dengan menambahkan ayat (2) pada ketentuan Pasal 22D UU DKJ.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan revisi UU DKJ dilakukan untuk memberikan kepastian transisi penyelenggaraan pemerintahan sekaligus mengidentifikasi adanya celah hukum dalam proses transisi penyelenggaraan pemerintahan.

Pada bulan yang sama atau tepatnya 30 November 2024, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 yang mengatur tentang perubahan nomenklatur jabatan di Provinsi Daerah Khusus Jakarta hasil Pilkada 2024.

Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa pemindahan resmi ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, masih menunggu keputusan Presiden.

Lalu bagaimana dengan status Jakarta? Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota negara hingga Presiden Prabowo menandatangani Keppres tentang pemindahan ibu kota.

Menurut Supratman, Presiden akan menandatangani keppres tersebut apabila infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah terbangun dengan baik.

Jadi, setelah infrastruktur dibangun dan keppres sudah ditandatangani, barulah status ibu kota berpindah dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Adapun pembangunan infrastruktur bisa memakan waktu beberapa tahun ke depan. Salah satu infrastruktur yang harus dikebut yakni di bidang pemerintahan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Merujuk data per 30 Oktober lalu, progres rata-rata pembangunan Ibu Kota Nusantara mencapai 87 persen.

Hingga penghujung tahun ini, bahkan jabatan Penjabat (Pj.) Gubernur Jakarta pun masih menyandang DKI. Pun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan DPRD juga masih menyematkan DKI bukannya DKJ.

Baca juga: Baleg DPR setuju revisi UU DKJ diputuskan di rapat paripurna

Baca juga: Strategi Pramono usai DKI Jakarta berubah jadi DKJ

Baca juga: Otorita IKN inspeksi pangan di Kota Nusantara pastikan layak konsumsi

Halaman selanjutnya: Kekhususan Jakarta

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024

Read Entire Article
Rakyat news | | | |