Ketahui hukuman pidana kerja sosial yang mulai berlaku Januari 2026

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Memasuki tahun 2026, wajah penegakan hukum di Indonesia resmi bertransformasi melalui implementasi penuh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Salah satu poin revolusioner yang menjadi sorotan adalah diperkenalkannya pidana kerja sosial sebagai alternatif hukuman penjara.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Agus Andrianto selaku Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menimipas) pada Senin (29/12) di Kemenimipas, Jakarta, bahwa pidana kerja sosial tersebut akan berlaku mulai 2 Januari 2026, yakni tepat 3 tahun setelah KUHP baru tersebut diundangkan.

Agus juga menyatakan bahwa koordinasi telah dilakukan bersama pimpinan lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) terkait implementasi sanksi tersebut.

Menurutnya, bentuk kerja sosial yang diterapkan pun akan disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di tingkat daerah.

Berdasarkan hal tersebut, hakim memiliki wewenang baru untuk mengirim pelanggar hukum tertentu untuk mengabdi di lembaga sosial, dibandingkan mendekam di balik jeruji besi.

Langkah ini bukan sekadar pergantian hukuman, melainkan upaya negara dalam mengedepankan keadilan restoratif bagi masyarakat.

Apa itu hukuman pidana kerja sosial?

Sebelumnya, hukuman pidana kerja sosial ini disebutkan pada Pasal 65 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2023, yang menyebutkan bahwa pidana pokok terdiri dari pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, serta pidana kerja sosial. Urutan tersebut menentukan berat atau ringannya pidana.

Hal tersebut jelas berbeda dengan KUHP sebelumnya, yakni Pasal 10 yang menyebutkan bahwa pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, serta pidana tutupan.

Hukuman kerja sosial menjadi solusi pengganti untuk vonis penjara singkat maupun denda ringan. Di mana lokasi pengabdiannya mencakup institusi pelayanan publik seperti rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, sekolah, hingga organisasi sosial lainnya.

Lalu, penempatan hukum pidana kerja sosial ini juga sebisa mungkin akan diselaraskan dengan keahlian atau profesi yang dimiliki oleh terpidana.

1. Terpidana yang dapat dijatuhi hukuman kerja sosial

Pidana kerja sosial diberikan kepada terdakwa dengan ancaman pidana di bawah 5 tahun, serta vonis penjara maksimal 6 bulan atau denda maksimal kategori II yang senilai dengan Rp10 juta.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 85 ayat (1) yang berbunyi:

“Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 85 ayat (2), saat memutuskan hukuman kerja sosial, hakim harus menimbang beberapa faktor berikut:

  • Pengakuan bersalah terdakwa.
  • Kapasitas dan kemampuan kerja terpidana.
  • Adanya persetujuan dari terdakwa setelah memahami tujuan serta segala konsekuensi dari pidana kerja sosial.
  • Latar belakang sosial terdakwa.
  • Jaminan keselamatan kerja bagi terpidana.
  • Aspek sensitif seperti agama, kepercayaan, dan keyakinan politik.
  • Kemampuan finansial terdakwa untuk membayar pidana denda.

2. Durasi hukuman pidana kerja sosial

Sesuai dengan Pasal 85 ayat (4) dan (5), kerja sosial ditetapkan dengan durasi 8 jam hingga 240 jam. Pelaksanaannya pun dapat dicicil dalam kurun waktu maksimal 6 bulan, dengan batasan kerja paling lama 8 jam per hari.

Penting dicatat bahwa pengaturan jadwal ini harus fleksibel agar tidak mengganggu pekerjaan utama atau aktivitas produktif terpidana lainnya.

3. Sanksi jika meninggalkan kerja sosial

Berdasarkan Pasal 85 ayat (7) disebutkan bahwa jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian pidana kerja sosial, maka terpidana wajib:

  • Mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut;
  • Menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau
  • Membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.

Masih mengacu pada Pasal 85 UU No. 1 Tahun 2023, penting untuk digarisbawahi bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial dilarang keras untuk tujuan komersial atau mencari keuntungan.

Adapun terkait teknis di lapangan, jaksa berperan sebagai pengawas, sementara proses pembimbingan terpidana menjadi tanggung jawab pembimbing kemasyarakatan.

Selain itu, putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga harus memuat hal-hal berikut:

  • Lamanya pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim.
  • Lamanya pidana kerja sosial yang harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah per hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial
  • Sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.

Baca juga: Satgas PKH pastikan tindak pidana subjek hukum penyebab bencana

Baca juga: Morowali Utara siap jadi percontohan penerapan pidana kerja sosial

Baca juga: Simak hukum menjarah minimarket dalam kondisi bencana alam

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |