Kesejahteraan buruh sebagai pilar daya saing ekonomi

2 weeks ago 6
Kehidupan buruh yang sejahtera akan mengurangi potensi konflik industrial, pemogokan, dan gejolak sosial yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi

Jakarta (ANTARA) - Dalam perekonomian modern, buruh bukan hanya objek produksi, melainkan subjek yang turut menentukan daya saing nasional. Negara-negara dengan tingkat kesejahteraan buruh tinggi cenderung memiliki produktivitas dan efisiensi industri yang lebih baik.

Di Indonesia, kesejahteraan buruh masih menjadi tantangan besar meskipun kontribusi mereka terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup signifikan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB tahun 2024 mencapai 18,34 persen dan menyerap lebih dari 13 juta tenaga kerja, sebagian besar dari kalangan buruh.

Namun demikian, berbagai masalah seperti rendahnya upah, ketidakamanan kerja, dan kurangnya perlindungan sosial menandai masih jauhnya kesejahteraan buruh dari harapan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menggerus daya saing Indonesia, terutama di tengah persaingan global dan dinamika ekonomi digital.

Berbagai negara dengan standar kesejahteraan buruh tinggi seperti Jerman, Skandinavia, dan Jepang dikenal memiliki daya saing ekonomi tinggi, karena pemerintah negara-negara tersebut menerapkan pendekatan keseimbangan antara keuntungan bisnis dan perlindungan tenaga kerja, yang menjadi model kebijakan ideal.

Oleh karena itu bagi Indonesia, sudah sepatutnya menjadikan kesejahteraan buruh sebagai prioritas bukan beban, melainkan investasi jangka panjang bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Data GoodStats menunjukkan bahwa rata-rata upah buruh Indonesia per Februari 2024 adalah sebesar Rp3.040.719 per bulan, mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Upah tertinggi tercatat di sektor keuangan dan asuransi (Rp7,91 juta), sedangkan sektor jasa lainnya hanya Rp1,83 juta.

Kesenjangan ini menunjukkan perlunya intervensi kebijakan yang menjamin keadilan upah lintas sektor.

Pemerintah menetapkan kenaikan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2025. Dengan kenaikan ini, rata-rata UMP nasional mencapai Rp3.315.728, naik dari Rp3.113.360 pada tahun sebelumnya. Provinsi DKI Jakarta mencatat UMP tertinggi sebesar Rp5.396.761, sementara Jawa Tengah memiliki UMP terendah sebesar Rp2.169.349.

Kenaikan UMP ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja. Namun, kenaikan tersebut belum cukup untuk mengimbangi kenaikan biaya hidup dan inflasi. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyatakan bahwa meskipun UMP naik, tidak semua perusahaan mampu menyesuaikan upah pekerjanya sesuai ketentuan, sehingga dampaknya terhadap daya beli masih terbatas.

Selanjutnya, kecelakaan kerja tetap menjadi masalah serius yang membayangi kesejahteraan buruh. Menurut data Jamsostek, pada tahun 2023 terdapat lebih dari 150.000 kasus kecelakaan kerja. Provinsi Lampung tercatat sebagai daerah dengan angka tertinggi.

Fakta ini menandakan bahwa aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) masih belum menjadi prioritas utama di berbagai perusahaan. Meskipun program BPJS Ketenagakerjaan telah mencakup lebih dari 34 juta pekerja, cakupan di sektor informal masih sangat rendah. Hanya 22 persen pekerja informal yang terdaftar sebagai peserta jaminan sosial pada 2023, padahal sektor ini menyerap sekitar 60 persen tenaga kerja nasional.

Baca juga: DPR akan mulai bahas RUU PPRT sebagai hadiah May Day

Kebijakan Pemerintah

Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan buruh melalui berbagai program, termasuk pemberian makanan bergizi untuk anak-anak dan ibu hamil dari keluarga buruh. Program ini dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga buruh yang berada di kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Upaya peningkatan kesejahteraan buruh dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan menaikkan Upah Minimum Nasional (UMN). Pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18 Tahun 2022 menetapkan formulasi baru UMN. Untuk 2025, Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan UMN sebesar 6,5 persen. Kebijakan ini bertujuan menjaga daya beli dan meningkatkan kesejahteraan buruh secara bertahap.

Kemudian memperkuat program pelatihan dan sertifikasi kompetensi antara lain melalui penguatan Balai Latihan Kerja (BLK) dan program pendidikan vokasi berbasis industri. Tahun 2023, lebih dari 250.000 buruh mengikuti pelatihan berbasis kompetensi. Hal ini penting dalam menghadapi era industri 4.0 dan digitalisasi kerja.

Selanjutnya, memperluas cakupan jaminan sosial melalui perluasan Program Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pemerintah menargetkan 5 juta pekerja informal baru untuk masuk BPJS Ketenagakerjaan hingga akhir 2025. Kebijakan ini diiringi insentif iuran dan simplifikasi prosedur pendaftaran.

Langkah lain adalah dengan melakukan revisi regulasi ketenagakerjaan dalam Revisi Undang-Undang Cipta Kerja, dimana pemerintah menyatakan komitmen untuk memperbaiki klausul yang dinilai merugikan buruh dan revisi dilakukan secara terbuka dengan melibatkan serikat pekerja.

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan bagikan 580 paket sembako kepada buruh di Jakbar

Tantangan dalam peningkatan kesejahteraan buruh

Kenaikan UMP sebesar 6,5 persen pada tahun 2025 merupakan langkah positif dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Namun, tantangan seperti ketimpangan regional, kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan UMP, dan kenaikan biaya hidup masih perlu diatasi. Ketimpangan tersebut menyebabkan migrasi buruh antarwilayah dan konsentrasi urbanisasi.

Selain itu, sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki menawarkan upah yang jauh lebih rendah dibandingkan sektor jasa keuangan atau pertambangan.

Berikutnya adalah terkait rendahnya Daya Tawar Serikat Buruh. Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), hanya sekitar 7 persen buruh yang tergabung dalam serikat. Rendahnya partisipasi ini memperlemah advokasi kesejahteraan buruh dan memperburuk posisi tawar dalam negosiasi kerja.

Adanya disrupsi teknologi dan transformasi digital akan mempercepat otomatisasi pekerjaan, sehingga tanpa upaya reskilling dan upskilling, buruh berisiko kehilangan pekerjaan akibat tidak relevan lagi secara kompetensi. Tantangan ini semakin mendesak dalam sektor logistik dan manufaktur.

Kehidupan buruh yang sejahtera akan mengurangi potensi konflik industrial, pemogokan, dan gejolak sosial yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Kesejahteraan buruh juga akan mendorong stabilitas sosial dalam masyarakat sebagai modal penting untuk keberlanjutan bisnis dan investasi.

Dengan mempertimbangkan berbagai tantangan dalam peningkatan kesejahteraan buruh tersebut, beberapa hal bisa dilakukan oleh Pemerintah di antaranya melakukan reformasi skema upah minimum dan insentif produktivitas melalui pendekatan baru yang menggabungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks kebutuhan hidup layak. Di sisi lain, pemberian insentif produktivitas berbasis kinerja dapat meningkatkan efisiensi industri tanpa mengorbankan kesejahteraan buruh.

Pemerintah juga perlu membangun ekosistem digital sebagai bagian dari digitalisasi program ketenagakerjaan untuk meningkatkan layanan ketenagakerjaan, termasuk registrasi kerja, pelatihan daring, dan pendataan serikat buruh. Digitalisasi ini dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi pelayanan publik.

Upaya lain adalah mendorong perlindungan universal untuk pekerja informal melalui skema perlindungan sosial berbasis kebutuhan minimum (basic income security), yang sumber pendanaannya berasal dari subsidi silang dari pekerja formal dan pendapatan negara dari pajak sektor digital.

Kemudian, melakukan penguatan kelembagaan dan partisipasi Serikat Buruh dalam pengambilan kebijakan strategis dan selanjutnya perlu juga dipekuat regulasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berunding harus ditegakkan secara konsisten.

Kesejahteraan buruh sangat penting sebagai pilar daya saing ekonomi karena buruh bukan hanya elemen pelengkap dalam sistem produksi, tetapi merupakan fondasi utama produktivitas nasional dan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Sehingga isu kesejahteraan buruh bukan hanya isu moral, tetapi juga fondasi bagi daya saing ekonomi nasional.

Indonesia membutuhkan kebijakan ketenagakerjaan yang adaptif, adil, dan berpihak pada pekerja. Melalui reformasi regulasi, peningkatan keterampilan, dan perluasan perlindungan sosial, diharapkan buruh di Indonesia dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Baca juga: Presiden Prabowo akan berpidato saat May Day di Monas

Baca juga: Hari Buruh, Kepolisian jamin buruh pelabuhan aman sampaikan aspirasi

*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |