Kota Padang (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) RI Muhammad Rachmat Kaimuddin mengatakan perekonomian Indonesia saat ini masih bergantung pada bahan bakar fosil.
"Faktanya, perekonomian kita masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Ketika kita membakar fosil, kita menghasilkan gas rumah kaca yang memperparah krisis iklim," katanya pada kegiatan International Interdisciplinary Conference on Green Development in Tropical Regions 2025 di Padang, Senin.
International Interdisciplinary Conference on Green Development in Tropical Regions 2025 mengusung tema 'Global and Regional Challenges of Green Development in Tropical Regions to Achieve SDGs' yang relevan dengan komitmen pemerintah dan perguruan tinggi dalam mendukung pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ia menegaskan pembakaran terhadap fosil tersebut menjadi salah satu bukti bahwa krisis iklim memiliki hubungan timbal balik dengan aktivitas manusia.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Saat ini, dunia sudah masuk era krisis iklim
Secara umum, kata dia, terdapat empat material utama yang berkontribusi besar terhadap emisi karbon yakni semen, baja, plastik dan amonia.
Sementara untuk menuju transisi pembangunan yang lebih hijau dan berkelanjutan, menurut dia, kunci utama yang dibutuhkan ialah penerapan teknologi baru dan mencari solusi yang inovatif.
Sementara itu, Kepala Sekretariat Nasional SDGs Indonesia Pungkas Bahjuri Ali mengatakan transisi menuju ekonomi hijau bukanlah perkara yang mudah. Sebab, Indonesia memerlukan energi untuk memperkuat sektor industri yang tengah menurun.
"Karena itu, dibutuhkan riset yang kuat agar kebutuhan energi dapat diimbangi dengan penyediaan energi ramah lingkungan," katanya.
Baca juga: Peneliti UGM kembangkan hidrogen sebagai pengganti bahan bakar fosil
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































