Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menetapkan Direktur CV WU berinisial MH (37) sebagai tersangka dalam kasus tambang batubara ilegal di Tahura Bukit Soeharto dengan potensi kerugian mencapai sekitar Rp1 triliun.
Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan nilai tersebut mencerminkan hilangnya potensi penerimaan negara, sekaligus rusaknya sumber daya alam di kawasan hutan konservasi yang saat ini masuk dalam delineasi Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Tambang ilegal di kawasan hutan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara, tetapi juga merusak ekosistem yang memegang peran penting bagi kehidupan manusia. Untuk kejahatan seperti ini, tidak ada ruang kompromi,” kata Dwi Januanto dalam pernyataan tertulis di Jakarta pada Jumat.
Ia menjelaskan MH ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan, melalui koordinasi intensif dengan Biro Korwas Bareskrim Mabes Polri dan Subdit V Bareskrim Mabes Polri, berhasil melakukan pemeriksaan terhadap MH.
Baca juga: Gakkum Kemenhut tetapkan tersangka tambang ilegal di kawasan IKN
Dwi Januanto mengatakan MH diduga kuat bertindak sebagai pemodal dan penanggung jawab kegiatan penambangan batubara ilegal di kawasan Tahura Bukit Soeharto pada tahun 2022.
Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan tim operasi SPORC Brigade Enggang Kalimantan Timur (Kaltim) terhadap empat operator alat berat berinisial S (47), B (44), AM (32), dan NT (44) pada 4 Februari 2022.
Saat itu, kata dia, para pelaku tertangkap tangan sedang melakukan penambangan batubara ilegal di area green belt Waduk Samboja, yang secara administratif berada di dalam kawasan IKN.
Baca juga: Kemenhut tangkap aktor kasus pembalakan liar ratusan kayu di Kaltim
MH telah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) selama kurang lebih tiga tahun sebelum akhirnya berhasil diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, kata dia, MH dapat dikenakan adalah penjara maksimal 10 (sepuluh) tahun dan denda hingga Rp 5 miliar.
Dwi Januanto menegaskan kembali penegakan hukum terhadap tambang ilegal di kawasan hutan konservasi, khususnya yang berada dalam delineasi IKN akan dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.
“Penanganan kasus ini tidak hanya soal menindak pelaku, tetapi juga bagian dari upaya penyelamatan sumber daya hutan dan pencegahan kerusakan ekologis jangka panjang,” tegasnya.
Baca juga: Kemenhut kembali tindak tambang ilegal di kawasan hutan Sekotong, NTB
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































