IKAPI: Hari Buku Sedunia momen membangun kebiasaan membaca mulai dari pemimpin

2 weeks ago 15

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Arys Hilman Nugraha menyatakan bahwa peringatan Hari Buku Sedunia yang jatuh setiap 23 April menjadi momen untuk membangun kebiasaan membaca yang dimulai dari para pemimpin.

"Melalui Hari Buku Sedunia ini kita berharap bisa menjadi inspirasi juga untuk Indonesia, bahwa buku memang memerlukan perhatian, dan perhatian yang terpenting memang pada leadership (kepemimpinan), bisa dari seorang presiden, gubernur, wali kota, atau kepala sekolah, karena begitu para pemimpin ini menunjukkan kecintaan kepada buku, rakyat itu akan ikut," katanya saat mengunjungi ANTARA Heritage Center, Jakarta Pusat, pada Rabu.

Ia menjelaskan, selama ini para pelaku buku, baik penulis atau penerbit masih sibuk memikirkan bagaimana kualitas buku, atau bagaimana agar distribusi buku bisa merata, tetapi lupa mendidik masyarakat untuk mencintai buku.

"Jadi kalau kita selama ini mungkin sangat asik bagaimana agar bukunya bagus, bagaimana agar bukunya merata, tetapi kalau masyarakatnya juga tidak dididik untuk mencintai buku tentu sulit, buku itu tidak akan pernah menemui pembacanya. Jadi, mari kita berpikir dari sekarang, bagaimana agar minat baca yang sudah ada di negara kita, bisa membuat mereka menjadi terbiasa untuk membaca," paparnya.

Menurut dia, kebiasaan Presiden Prabowo Subianto yang sering membuat konten mengunjungi toko-toko buku, bahkan menunjukkan buku-buku apa yang dibeli saat kunjungan ke luar negeri dan disebarluaskan di media sosial, dapat menularkan kebiasaan membaca yang baik bagi masyarakat.

"Mari jadikan momen Hari Buku Sedunia ini untuk membuat masyarakat Indonesia seperti presidennya, memiliki kebiasaan membaca yang baik karena leadership sudah menunjukkan, di tingkat menteri, tingkat presiden sudah menunjukkan kecintaan kepada buku. Mari ini kita bawa kepada masyarakat agar mereka juga memiliki reading habit yang setara dengan pemimpinnya," ujar dia.

Ia juga menegaskan, kemampuan literasi bukan sekadar bisa membaca, melainkan bagaimana memahami sebuah bacaan dan memacu nalar kritis dari si pembaca apabila memang Indonesia memiliki cita-cita untuk meraih Indonesia Emas di tahun 2045.

"Ini adalah modal, kita misalnya punya cita-cita Indonesia Emas 2045, itu tidak ada satupun negara yang melangkah menjadi negara maju tanpa dukungan dari kemampuan literasi, dan literasi itu bukan sekedar bisa membaca, melainkan bisa memahami secara kritis apa yang dia baca, ini yang kita belum sampai ke sana, karena masyarakat juga tidak terbiasa untuk menjadikan membaca ini sebuah kebiasaan harian, maka tingkat kekritisan dalam memahami informasi belum bisa baik," tuturnya.

Baca juga: ​Hari Buku Sedunia: Membaca untuk menyembuhkan
Baca juga: Prabowo borong buku sejarah hingga ekonomi di New Delhi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |