Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa dalam menghadapi tahun baru, alangkah elok manakala tidak ada pesta pora dan euforia kembang api di negeri tercinta, sebagai wujud solidaritas dan empati merasakan derita sesama.
“Mari awali kehadiran tahun 2026 dengan semangat baru untuk lebih tangguh dan makin bersatu menghadapi musibah dan menjalani kehidupan. Seraya merajut hidup ke depan menjadi lebih baik, lebih produktif, dan lebih bermakna untuk diri sendiri maupun relasi sesama,” kata Haedar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Kepada seluruh warga dan elit bangsa di negeri tercinta, Haedar mengajak untuk semakin memperkuat jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan yang luhur berbasis hikmah kebijaksanaan dalam menghadapi setiap musibah dan dinamika kehidupan.
Ia mengajak untuk merenungkan kembali sekaligus merawat nilai-nilai ketuhanan (hablum minallah) yang diajarkan oleh seluruh agama yang hidup di negeri tercinta. Sebagaimana nilai substansial bernegara yang terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi dasar negara Republik Indonesia.
Di tengah bencana, kata Haedar, spirit bangkit mesti dibangun oleh seluruh pihak. Bukan menebar keriuhan, kekalutan, dan suasana pesimis. Bangsa ini harus tangguh dan bangkit dalam menghadapi bencana maupun tantangan kehidupan lain seberat apa pun.
“Kami menaruh hormat kepada saudara-saudara korban terdampak bencana yang masih terus berjuang mengatasi kesulitan dengan kesabaran dan semangat kebersamaan yang tinggi,” katanya.
Haedar juga mengatakan pascabencana terbuka peluang mengkaji kondisi ekosistem Indonesia secara menyeluruh. Kajian-kajian hendaknya dilakukan secara objektif dengan pendekatan multidisipliner dan multiperspektif yang didukung riset lapangan yang andal agar hasil kajian mendekati kebenaran yang substansial dan menyeluruh.
“Bersama dengan itu mari menata Indonesia di bidang politik, sosial, ekonomi, tata ruang, lingkungan, dan semua aspek secara benar dan tersistem menuju Indonesia yang lebih baik dan berkemajuan,” kata Haedar.
Baca juga: Haedar Nashir: Kebersamaan bangsa kunci atasi dampak bencana
Haedar juga mengatakan bahwa Indonesia saat ini dan ke depan menuntut kohesivitas hidup bersama, baik dalam menghadapi bencana maupun berbangsa-bernegara.
Dasar Persatuan Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika mesti menjadi patokan hidup bersama dalam menghadapi situasi sesulit apapun maupun dalam dinamika hidup berbangsa.
“Jadikan keduanya sebagai nilai yang hidup (living value) dan teraktualisasi dalam kehidupan bersama,” kata Haedar.
Haedar menyerukan agar media sosial jangan menjadi wahana perseteruan yang mengoyak persatuan dan kebersamaan. Harganya terlalu mahal bila bangsa ini pecah disebabkan para warganya tidak mampu menahan diri dalam bermedia sosial.
“Alangkah ruginya hidup ini jika manusia menjadi korban kebebasan media sosial yang liar, padahal seluruh warga bangsa sejatinya saling memerlukan untuk hidup bersama dalam harmoni dan keadaban tinggi,” tegas Haedar.
Dalam situasi kritis di mana sebagian orang mudah marah atas keadaan di tengah hegemoni media sosial yang memproduksi berita-berita sensitif, terbuka potensi konflik di tubuh bangsa ini. Sementara itu berbagai pandangan keras hadir saling berbenturan di tengah informasi yang sahih tidak didapatkan.
Manakala kondisi ini tidak terkelola dengan baik, akan lahir anarki sosial dan kegaduhan struktural dalam berbagai bentuk yang tentu tidak diinginkan bersama.
Baca juga: Ketua Umum Muhammadiyah: Ukhuwah fondasi penting jaga persatuan
"Di sinilah pentingnya kedewasaan dan kearifan seluruh pihak di tubuh bangsa ini,” kata Haedar.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































