Green Telecom: masa depan telekomunikasi ramah lingkungan

4 weeks ago 8

Jakarta (ANTARA) - Transformasi digital telah mengubah cara masyarakat berkomunikasi, bekerja, dan mengakses informasi. Di balik kenyamanan layanan digital, seperti video konferensi, streaming, dan komputasi awan, terdapat infrastruktur telekomunikasi yang bekerja tanpa henti, yaitu base transceiver station (BTS) dan pusat data (data center).

Namun, infrastruktur ini juga menyimpan tantangan besar, yakni konsumsi energi yang tinggi dan jejak karbon yang signifikan. Di sinilah konsep Green Telecom menjadi relevan dan mendesak.

Green Telecom adalah pendekatan strategis untuk menjadikan sektor telekomunikasi lebih ramah lingkungan melalui efisiensi energi dan pemanfaatan sumber daya terbarukan. Di tengah krisis iklim global dan komitmen Indonesia terhadap pengurangan emisi karbon, transformasi ini bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan.

Menurut International Telecommunication Union (ITU), sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menyumbang sekitar 2 - 3 persen dari total emisi karbon global, angka yang setara dengan industri penerbangan.

Di Indonesia, dengan lebih dari 400.000 BTS yang tersebar dari kota hingga pelosok, konsumsi energi menjadi tantangan besar. Banyak BTS di daerah terpencil masih bergantung pada genset berbahan bakar diesel, yang tidak hanya mahal secara operasional, tetapi juga menghasilkan emisi karbon tinggi.

Sementara itu, data center yang menjadi pusat penyimpanan dan pemprosesan data digital mengonsumsi energi dalam jumlah besar, terutama untuk sistem pendingin dan server yang beroperasi tanpa henti. Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia mendorong lonjakan pembangunan data center, namun juga memperbesar tantangan lingkungan jika tidak dikelola secara berkelanjutan.

Energi terbarukan

Penggunaan energi terbarukan, seperti panel surya, turbin angin, dan biomassa menjadi solusi utama dalam mewujudkan Green Telecom.

Panel surya sangat cocok untuk wilayah tropis, seperti Indonesia, sementara turbin angin efektif di daerah pesisir dan dataran tinggi. Sistem hybrid (yang menggabungkan dua atau lebih sumber energi terbarukan) juga mulai diterapkan untuk meningkatkan keandalan pasokan listrik di BTS dan data center.

Prof Rajkumar Buyya, dari University of Melbourne, dalam bukunya Energy Efficient Cloud Computing (2021) menegaskan bahwa “Hybrid renewable energy systems for telecom towers are not only feasible but economically viable in the long term, especially in off grid locations.” Artinya, penggunaan energi terbarukan tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi dalam jangka panjang.

Di Indonesia, potensi energi surya sangat besar. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi surya nasional mencapai lebih dari 200 GW. Jika dimanfaatkan secara optimal, BTS dan data center dapat beroperasi dengan sumber energi yang bersih dan berkelanjutan.

Transformasi menuju Green Telecom tidak hanya bergantung pada sumber energi, tetapi juga pada efisiensi teknologi. Beberapa inovasi yang kini diterapkan, antara lain sleep mode BTS, virtualisasi server dan AI untuk manajemen energi.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |