Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan tingkat inflasi naik menjadi 2,33 persen pada akhir 2025, lebih tinggi dari 1,57 persen pada akhir 2024.
Angka inflasi itu masih dalam kisaran target Bank Indonesia (BI), yakni 1,5-3,5 persen pada akhir 2025.
"Kami mempertahankan perkiraan bahwa inflasi indeks harga konsumen (IHK) headline akan tetap sekitar 2 persen pada akhir 2025," kata Josua kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan kenaikan laju inflasi tahunan dari 1,03 persen (yoy) menjadi 1,95 persen (yoy) pada April 2025.
Sementara, inflasi bulanan tercatat sebesar 1,17 persen (mtm).
BPS melaporkan terjadi kenaikan IHK dari 107,22 pada Maret 2025 menjadi 108,47 pada April 2025.
Josua menjelaskan faktor utama yang mendorong inflasi bulan ini adalah berakhirnya diskon tarif listrik untuk pelanggan pascabayar.
Hal ini sebagian diimbangi oleh penurunan harga bahan bakar nonsubsidi dan diskon 50 persen pada tarif paket internet.
Sementara, inflasi makanan melambat seiring dengan berkurangnya permintaan pasca periode liburan.
Namun, harga beberapa barang, seperti bawang merah dan cabai merah, tetap berada di bawah tekanan akibat keterbatasan pasokan yang disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk.
Di sisi lain, cabai rawit dan produk unggas mencatat deflasi yang signifikan.
Secara tahun kalender, inflasi mencapai 1,56 persen (ytd), melampaui 1,18 persen yang tercatat pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Inflasi IHK inti naik dari 2,48 persen (yoy) menjadi 2,50 persen (yoy), didukung oleh kenaikan harga emas dan pelemahan rupiah di tengah ketegangan perang dagang yang meningkat dan ketidakpastian global yang semakin besar," terangnya.
Baca juga: Ekonom nilai perlu jaga harga pangan demi jaga stabilitas inflasi
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa depresiasi rupiah diperkirakan akan berkontribusi terhadap imported inflation.
Selain itu, inflasi sisi penawaran telah melampaui inflasi sisi permintaan, menandakan risiko kenaikan harga merembet ke barang atau jasa lain.
"Mengingat potensi dampak pelemahan rupiah terhadap imported inflation, kami memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga BI di level saat ini sebesar 5,75 persen dalam jangka pendek untuk mendukung stabilitas," ungkap Josua.
Namun, jika ketidakpastian global, terutama terkait perang dagang mereda dan rupiah stabil, Josua melihat potensi penurunan suku bunga BI sebesar 50 basis poin (bps) untuk sisa tahun ini.
"Kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan PDB juga dapat memperluas ruang untuk penurunan suku bunga," sebutnya.
Baca juga: BPS sebut inflasi bulanan April 2025 capai 1,17 persen
Baca juga: IHSG diprediksi menguat di tengah pasar cermati data inflasi domestik
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025