Ekonom: Kenaikan cukai rokok dapat jaga kesehatan, kemandirian fiskal

1 month ago 13

Jakarta (ANTARA) - Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta meminta pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok secara signifikan pada 2025 untuk menjaga kesehatan masyarakat sekaligus mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia.

Kepala Pusat Studi Center of Human and Economic Development ITB Ahmad Dahlan Roosita Meilani Dewi di Jakarta, Kamis, mengatakan saat ini jumlah penderita penyakit tidak menular (PTM) yang terkait erat dengan konsumsi rokok, seperti jantung, stroke dan kanker, terus meningkat.

Ia mengatakan kondisi tersebut membebani anggaran kesehatan, bahkan pernah menyebabkan defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp25 triliun pada 2019.

Sejalan dengan semangat kemerdekaan di bulan Agustus ini, pihaknya pun mendesak pemerintah untuk segera meningkatkan tarif cukai rokok yang berpotensi memberikan dua manfaat sekaligus, yakni investasi kesehatan rakyat dan penguatan fondasi fiskal negara.

“Merdeka berarti bebas dari adiksi, sehat untuk berkarya, dan mandiri secara fiskal,” ujar Roosita Meilani Dewi.

Ia mengatakan WHO mencatat kenaikan harga rokok 10 persen dapat menurunkan konsumsi 4–8 persen, terutama di kalangan remaja dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Dari sisi fiskal, penerimaan cukai tembakau telah menjadi salah satu penopang utama APBN, dengan rekor tertinggi mencapai Rp218,6 triliun pada 2022.

Ia menyarankan dana hasil penerimaan negara tersebut dapat dialokasikan untuk program kesehatan nasional dan kampanye anti-rokok.

Roosita mengatakan kebijakan kenaikan cukai rokok dalam 5 tahun terakhir telah menunjukkan efektivitasnya, terlihat dari produksi rokok nasional yang menurun dari 341,73 miliar batang pada 2016 menjadi 317,43 miliar batang pada 2024.

Namun, ia mengatakan kebijakan tersebut juga memicu terjadinya downtrading, yakni konsumen beralih ke rokok yang lebih murah, contohnya Sigaret Kretek Tangan (SKT), akibat harga Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I yang melonjak.

Roosita juga menepis kekhawatiran industri terkait potensi hilangnya lapangan kerja dan meningkatnya peredaran rokok ilegal akibat kenaikan cukai rokok.

Ia mengatakan tenaga kerja di sektor tersebut hanya sekitar 0,5 persen dari total pekerja di Indonesia, sementara risiko rokok ilegal dapat ditekan melalui penguatan hukum serta penerapan teknologi seperti digital stamps yang memudahkan pelacakan.

Ia pun meminta pemerintah agar berani mengambil langkah progresif dengan menaikkan cukai secara proporsional dan konsisten.

“Pada usia 80 tahun, Indonesia harus berani mengambil kebijakan progresif untuk melindungi rakyatnya. Kenaikan cukai rokok bukan hanya sekadar urusan pajak, melainkan sebuah tindakan patriotik. Ini adalah wujud dari nasionalisme baru yang memprioritaskan kesehatan dan masa depan bangsa,” kata Roosita.

Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |