Jakarta (ANTARA) - Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto menyampaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa terkoreksi ke level 6.300 sampai Rp6.400 apabila Bank Indonesia (BI) tetap menahan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan akhir Februari 2025.
Menurutnya, kebijakan moneter BI akan sangat berdampak terhadap pasar saham Indonesia di tengah ramainya foreign outflow (dana asing keluar) akibat berbagai sentimen ekonomi dari Amerika Serikat (AS).
“Mungkin (IHSG) bisa di sekitar Rp6.300 sampai Rp6.400. Kita udah ter-discord cukup besar soalnya,” ujar Rully di sela Media Day: February 2025 - Consumer Trends for the 2025 Fasting Month di Jakarta, Kamis.
Ia menyampaikan bantalan domestik yang bisa dilakukan saat ini untuk menjaga stabilitas IHSG yaitu stimulus kebijakan yang dilakukan oleh BI di tengah tidak adanya sentimen positif dari tingkat global.
Ia mengkhawatirkan apabila BI tidak menurunkan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Februari 2025, akan memberikan sentimen negatif terhadap IHSG.
“Saya takutnya saat ini di Februari, market besar harapan (BI) akan kembali menurunkan. Kayanya kalau misalkan ternyata BI tidak menurunkan, saya mengkhawatirkan akan terjadi sentimen berbalik, sentimen yang sangat-sangat negatif,” ujar Rully.
Dengan BI menurunkan suku bunga acuan, menurutnya, akan membuat investor asing melirik dan mulai masuk kembali (foreign inflow) ke pasar saham Indonesia.
“Saat itu ketika dia menurunkan suku bunganya itu ada inflow. Ada inflow di beberapa saham perbankan,” ujar Rully.
Ia memproyeksikan BI akan menurunkan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Februari 2025
“BI kemungkinan bakal turun, cuma memang harus dipertimbangkan juga risiko. Sekarang kan market sudah sangat berharap ya, price in banget for next week cut ya. Dan risikonya, misalkan mereka akhirnya tidak jadi cut, ini akan berbalik (negatif) lah,” ujar Rully.
Lanjutnya, apabila BI berani menurunkan kembali tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Maret 2025 mendatang akan bagus untuk pasar saham namun sangat berisiko terhadap volatilitas nilai tukar rupiah.
“Kalau mereka (BI) bisa berani kembali lagi nurunin di bulan Maret (2025), itu akan jauh lebih bagus lagi sih. Risikonya ya pasti volatilitas nilai tukar rupiah. Kita lihat ketika mereka menurunkan suku bunga sekali, itu inflow-nya juga lumayan besar di SBN terutama,” ujar Rully.
Ia berharap dengan pelonggaran kebijakan moneter oleh BI dapat mendorong sentimen positif bagi pasar saham Indonesia di tengah tidak adanya sentimen positif dari tingkat global.
“Kita harapkan pelonggaran dari sistem keuangan ini kebijakan moneter mudah-mudahan itu kan bisa mendorong sentimen positif. Karena kalau kita lihat dari globalnya ini sama sekali nggak ada sentimen positif,” ujar Rully.
Lebih lanjut Ia menyebut saat ini perbankan- perbankan di Tanah Air sedang mengalami kesulitan likuiditas, yang disebabkan oleh pengetatan moneter dari BI sepanjang tahun 2024 untuk menstabilkan rupiah dengan menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)
“Dan di samping itu juga pemerintah juga tetap juga harus menerbitkan SBN. Jadi likuiditasnya ini terserah ke sana,” ujar Rully.
Sebagai informasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada bulan ini akan dilaksanakan pada 18-19 Februari 2025 pekan depan.
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025