Mamuju (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat melaksanakan verifikasi sinyal dan surveilans penyakit di Kabupaten Mamuju Tengah sebagai upaya memperkuat sistem kewaspadaan dini terhadap potensi kejadian luar biasa (KLB) dan penyakit menular.
"Kegiatan ini difokuskan pada penelusuran rumor, pelacakan kontak penyakit potensial KLB/wabah, serta mengevaluasi kinerja pelaporan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR)," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar dr Nursyamsi Rahim di Mamuju, Sabtu.
Nursyamsi menyampaikan bahwa kegiatan itu merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah dalam memperkuat respon cepat terhadap ancaman penyakit menular.
"Kesiapsiagaan surveilans adalah pondasi dalam menjaga kesehatan masyarakat. Inilah salah satu cara kita membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berkarakter, sesuai dengan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar," ujar Nursyamsi.
Baca juga: Kemenkes tangani campak di Pamekasan melalui imunisasi tambahan
Berdasarkan hasil pemantauan hingga Minggu ke-41 atau Minggu kedua Oktober 2025, terdapat peningkatan sinyal kasus pada beberapa penyakit seperti ISPA, pneumonia, diare dan malaria di wilayah Mamuju Tengah.
Pada kegiatan tersebut, tim melakukan validasi data bersama pengelola surveilans kabupaten, memeriksa peringatan dini (alert) yang muncul di Minggu ke-41, serta meninjau langsung mekanisme pelaporan penyakit di puskesmas.
Selain itu, dilakukan juga evaluasi terhadap kesiapan petugas surveilans dalam menindaklanjuti kasus dugaan KLB.
Dari hasil koordinasi, sejumlah rekomendasi strategis dihasilkan untuk memperkuat deteksi dini dan respon cepat terhadap penyakit, diantaranya setiap puskesmas wajib melakukan verifikasi peringatan dini penyakit dalam waktu kurang dari 24 jam.
Baca juga: IDAI ingatkan pentingnya imunisasi untuk atasi campak pada usia anak
Kemudian, skrining data dilakukan sebelum dikirim ke kanal SKDR untuk menjaga validitas laporan. peningkatan laporan event based surveillance (EBS) atau laporan berbasis kejadian secara real-time dan penyelidikan epidemiologi (PE) dilakukan terhadap setiap sinyal penyakit yang muncul.
Selanjutnya, surveilans aktif di masyarakat tetap berjalan dengan analisis kasus rutin setiap pekan dan ketelitian penggunaan kode penyakit saat pelaporan agar data nasional lebih akurat.
Serta, kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti campak dan lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP) harus segera dilaporkan lengkap dengan PE dan sampel dan memperkuat koordinasi lintas sektor, termasuk dengan rumah sakit dan lintas program di daerah.
.
Secara umum kata Nursyamsi, kinerja petugas surveilans di Kabupaten Mamuju Tengah cukup baik, terutama dari sisi ketepatan waktu pelaporan mingguan.
Baca juga: Biaya medis keracunan MBG ditanggung BPJS Kesehatan selama bukan KLB
Namun menurut dia, kualitas verifikasi sinyal dan dokumentasi epidemiologi masih perlu ditingkatkan, termasuk pengisian format deskripsi kejadian dan rencana tindak lanjut.
Untuk memperlancar pelaporan, Nursyamsi mengimbau puskesmas menggunakan berbagai saluran SKDR, seperti SMS, WhatsApp atau laman resmi, agar tidak ada keterlambatan data.
Dengan penguatan koordinasi itu, Dinas Kesehatan Sulbar berharap sistem surveilans semakin tangguh, deteksi dini semakin optimal dan masyarakat lebih terlindungi dari potensi KLB maupun wabah di masa mendatang.
"Kami ingin setiap data menjadi dasar tindakan yang cepat dan tepat. Semakin dini kita mendeteksi, semakin banyak nyawa yang bisa diselamatkan," kata Nursyamsi.
Baca juga: UU dan Perpres MBG untuk tata kelola berkelanjutan
Pewarta: Amirullah
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.