Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menegaskan tidak akan mundur dari sikapnya meski Amerika Serikat menetapkan tarif impor sebesar 245 persen terhadap barang-barang asal Tiongkok.
"Mengenai bagaimana angka 245 persen itu muncul, sebaiknya ditanyakan pada pihak AS. Tidak ada pemenang dalam perang tarif atau perang dagang, China pun tidak ingin melawan negara mana pun, tetapi kami juga tidak takut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Rabu (16/4).
Berdasarkan perintah administratif Gedung Putih pada Selasa (15/4), disebutkan bahwa "China menghadapi tarif hingga 245 persen atas impor ke Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakan balasannya".
Rinciannya adalah tarif timbal balik sebesar 125 persen, tarif 20 persen terkait masalah fentanil, dan tarif "Section 301" atas barang-barang tertentu, antara 7,5 hingga 100 persen.
"China sebelumnya menekankan bahwa penerapan tarif tinggi yang berulang kali dilakukan AS terhadap China telah menjadi permainan angka yang tidak memiliki signifikansi ekonomi praktis," tambah Lin Jian.
Penambahan tarif, ungkap Lin Jian, hanya akan semakin mengungkap taktik AS dalam menggunakan tarif sebagai intrumen dan bahkan menjadikannya sebagai senjata untuk mengintimidasi dan memaksa negara lain.
"Jika AS terus memainkan permainan angka tarif, China akan mengabaikannya. Jika AS bersikeras terus melanggar hak dan kepentingan China secara substansial, maka kami akan dengan tegas melakukan serangan balik dan berjuang sampai akhir," tambah Lin Jian.
Lin Jian pun menegaskan bahwa perang tarif dimulai oleh AS dan posisi China sudah sangat jelas.
"China telah mengambil tindakan balasan yang diperlukan untuk mempertahankan hak dan kepentingannya yang sah serta keadilan dan kewajaran norma internasional," ungkap Lin Jian.
Ia kembali mengulang syarat yang diajukan China bila AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah tarif melalui dialog dan negosiasi yaitu pemerintah AS harus berhenti menggunakan tekanan maksimum, menghentikan ancaman, serta berdialog atas dasar kesetaraan, rasa hormat dan saling menguntungkan.
Dalam perintah administratif Gedung Putih disebutkan bahwa Presiden Trump mengenakan tarif 10 persen pada semua negara dan tarif timbal balik yang lebih tinggi kepada masing-masing negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan AS demi menyamakan kedudukan dan melindungi keamanan nasional Amerika.
"Lebih dari 75 negara telah menghubungi untuk membahas kesepakatan perdagangan baru sehingga tarif timbal balik itu dihentikan sementara kecuali untuk China, yang melakukan tindakan balasan," ungkap Gedung Putih.
Sedangkan China pada 11 April 2025 sudah mengumumkan penerapan tarif impor sebesar 125 persen untuk barang-barang AS atau naik dari tadinya 84 persen. Tindakan tersebut merupakan respon dari penerapan tarif 125 persen yang ditetapkan Presiden Trump pada 10 April untuk barang-barang asal China.
Berdasarkan laman Perwakilan Dagang AS, total nilai perdagangan AS dan China pada 2024 mencapai 582,4 miliar dolar AS. Ekspor barang AS ke China mencapai 143,5 miliar dolar AS sedangkan ekspor China ke AS mencapai 438,9 miliar dolar AS sehingga AS mengalami defisit perdagangan barang dengan China mencapai 295,4 miliar dolar AS.
Baca juga: Trump ingin kurangi ketergantungan terhadap mineral kritis China
Baca juga: FT: China berusaha tingkatkan hubungan ekonomi dengan Uni Eropa
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025