Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Nusantara Bona Pasogit (NBP) Holding atau BPR NBP Hendi Apriliyanto menyampaikan agar kewajiban pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) terhadap Bank Perekonomian Rakyat (BPR) diberlakukan dalam jangka lima tahun ke depan.
Sebagaimana diketahui, melalui POJK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, BPR memiliki kewajiban untuk menerapkan CKPN sesuai standar keuangan terkini.
“Pemberlakuan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) yang mewajibkan BPR membentuk CKPN agar diberlakukan dalam jangka 5 tahun ke depan, setelah kinerja BPR recovery dari dampak pandemi COVID-19,” ujar Hendi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di Jakarta, Rabu.
Pasal 26 POJK Nomor 1 Tahun 2024 berbunyi BPR wajib membentuk CKPN sesuai standar akuntansi keuangan.
Menurut Hendi, ketentuan itu sangat dipaksakan pemberlakuannya, yang mana mewajibkan BPR membentuk CKPN yang akan berdampak terhadap kinerja, permodalan dan tingkat kesehatan BPR di tengah BPR saat ini sedang dalam tahap pemulihan dampak dari pandemi COVID-19
“Penerapan CKPN memiliki dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kineeria keuangan BPR, terutama pada profitabilitas, efisiensi, modal inti, dan Tingkat Kesehatan BPR, sehingga berpotensi mengancam keberlanjutan operasienal sebagian besar BPR di Indonesia,” ujar Hendi.
Sebagai informasi, dengan diberlakukannya POJK Nomor 1 Tahun 2024, BPR diharapkan dapat meningkatkan kualitas aset dan manajemen risiko, serta menyajikan laporan keuangan yang akurat dan sesuai dengan standar akuntansi keuangan terkini.
Dalam kesempatan ini, Hendi juga menyampaikan bahwa BPR tidak perlu menjadi perusahaan go public (perusahaan tercatat).
Sehingga, menurutnya, perlunya pembatalan terkait dengan ketentuan Pasal 35 POJK Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah, karena BPR berpotensi dapat dimiliki warga negara asing atau badan hukum asing.
“Kami memohon POJK, SEOJK dan produk surat OJK lainnya, agar tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi,” ujar Hendi.
Dalam RDPU dengan DPR-RI ini, Hendi mengatakan bahwa pihaknya mewakili beberapa BPR yang ada di Indonesia.
PT Nusantara Bona Pasogit (NBP) Holding merupakan perusahaan holding dari sebanyak 28 BPR NBP yang tersebar di wilayah Provinsi Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, dan Riau
Baca juga: BPR ingin berkembang sesuai kebutuhan bisnis tanpa paksaan
Baca juga: OJK Bali perkuat tata kelola risiko 130 BPR
Baca juga: LPS siapkan Rp160 miliar untuk dukungan IT BPR dan BPRS
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025