Bea Cukai Kemenkeu perkuat penegakan Hak Kekayaan Intelektual

1 day ago 1

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan atau Kemenkeu RI memperkuat langkah-langkah penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Hingga kini, sejumlah barang ilegal telah berhasil disita dan dimusnahkan, termasuk produk-produk bermerek yang terbukti melanggar HKI. Penegakan HKI bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga menjaga kepercayaan konsumen dan mendukung iklim usaha yang sehat,” ujar Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC R. Tarto Sudarsono di Jakarta, Selasa.

Tarto menegaskan Indonesia masih berada dalam daftar Priority Watch List (PWL) oleh United States Trade Representative (USTR) karena tingginya angka pelanggaran HKI.

Untuk mengatasi hal ini, Bea Cukai menerapkan dua mekanisme utama, yaitu pengawasan aktif melalui ex-officio dan pengendalian niaga berdasarkan laporan dari pemilik merek.

Sepanjang 2024, menurut dia, pendaftaran merek untuk perlindungan meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya, dengan 76 merek telah terdaftar hingga Februari. Selain itu, DJBC juga berkolaborasi dengan berbagai instansi dalam Satgas HKI untuk memperkuat sinergi penegakan hukum.

Baca juga: Kemenekraf akan terus dampingi seniman dalam proses HKI

Dalam hal regulasi, lanjut dia, Bea Cukai memiliki landasan hukum yang kuat, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 40 Tahun 2018, yang memberikan kewenangan untuk menahan barang yang melanggar HKI sebelum masuk ke pasar. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat menjadi kunci dalam memberantas peredaran barang palsu.

“Peran Bea Cukai di perbatasan sangat penting untuk mencegah barang-barang yang melanggar HKI beredar di pasar. Jika sudah ada rekomendasi dari pemegang hak, kami bisa langsung bertindak untuk menahan barang di pelabuhan sebelum diedarkan,” kata Tarto.

Senada dengan itu, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu menyoroti dampak besar peredaran barang palsu terhadap ekonomi nasional. Data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa menunjukkan bahwa pada 2019, perdagangan barang palsu dan bajakan mencapai 3,39 persen dari total perdagangan dunia atau setara dengan 509 miliar dolar AS.

“Peredaran barang palsu tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga konsumen serta perekonomian nasional secara keseluruhan. Produk palsu juga dapat menghambat inovasi dan kreativitas, merugikan negara dalam sektor pajak, serta memberikan dampak negatif terhadap keselamatan konsumen,” kata Razilu.

Baca juga: Wamenekraf ajak kreator konten tingkatkan kesadaran perlindungan HKI

DJKI terus berupaya meningkatkan edukasi dan kesadaran publik terkait pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual. Razilu mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama melawan peredaran barang palsu dan menegakkan perlindungan Kekayaan Intelektual.

Peredaran produk palsu terus menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bersama Institute for Economic Analysis of Law and Policy – Universitas Pelita Harapan, kerugian negara akibat produk ilegal ini mencapai Rp291 triliun.

Direktur Eksekutif MIAP Justisiari P. Kusumah menegaskan bahwa dampak dari pemalsuan produk tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan pajak dan menghambat penciptaan lapangan kerja.

“MIAP memandang upaya-upaya untuk melindungi kekayaan intelektual perlu sinergi yang berkesinambungan oleh seluruh pemangku kepentingan. Kemajuan teknologi dan metode distribusi yang semakin kompleks menjadikan pengawasan terhadap produk palsu sebagai tantangan yang tidak sederhana,” ujar Justisiari.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |