Apakah Gunung Everest bisa meletus seperti gunung api?

1 week ago 3

Jakarta (ANTARA) - Gunung Everest merupakan puncak tertinggi di dunia dengan ketinggian mencapai 8.849 meter di atas permukaan laut, sering kali menjadi subjek spekulasi mengenai potensi bencana geologis.

Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah Gunung Everest bisa meletus seperti gunung berapi? Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda perlu memahami karakteristik geologi dari Gunung Everest serta bagaimana gunung ini terbentuk.

Gunung Everest bukan gunung berapi

Secara geologis, Gunung Everest bukanlah gunung berapi, melainkan gunung lipatan yang terbentuk akibat pergerakan lempeng tektonik. Gunung ini terbentuk akibat tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, yang menyebabkan lapisan batuan sedimen dan metamorf terangkat dan membentuk Pegunungan Himalaya.

Sebagai gunung lipatan, Everest tidak memiliki kantung magma di bawahnya seperti gunung berapi pada umumnya. Gunung berapi terbentuk dari aktivitas vulkanik yang melibatkan pergerakan magma dari dalam bumi ke permukaan. Tanpa kantung magma dan aktivitas vulkanik, Everest tidak memiliki kemungkinan untuk mengalami letusan seperti gunung berapi aktif lainnya.

Baca juga: Letusan gunung berapi Kanlaon paksa 45.000 warga mengungsi di Filipina

Mengapa Everest tidak bisa meletus?

Ada beberapa alasan utama yang menjelaskan mengapa Gunung Everest tidak bisa meledak seperti gunung berapi:

1. Komposisi geologis

Gunung Everest terdiri dari batuan sedimen dan metamorf yang terangkat akibat tekanan tektonik, bukan dari aliran lava yang membentuk gunung berapi. Gunung berapi terbentuk dari endapan lava dan abu vulkanik yang mengeras, sedangkan Everest terbentuk dari batuan yang terlipat akibat tekanan besar.

2. Lokasi tektonik

Everest terletak di zona tumbukan antara dua lempeng benua, bukan di zona subduksi atau hotspot vulkanik seperti kebanyakan gunung berapi. Gunung berapi biasanya terbentuk di daerah di mana lempeng tektonik mengalami pelelehan dan menghasilkan magma, yang kemudian naik ke permukaan dan membentuk gunung berapi.

3. Tidak memiliki kantung magma

​​​​​​​Gunung berapi meletus karena adanya kantung magma yang menumpuk tekanan hingga akhirnya memuntahkan lava dan gas ke permukaan. Everest tidak memiliki struktur ini, sehingga tidak ada mekanisme yang memungkinkan terjadinya letusan.

4. Tidak ada aktivitas vulkanik

​​​​​​​Gunung Everest tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas vulkanik seperti gempa vulkanik, gas belerang, atau mata air panas, yang umumnya menjadi indikator aktivitas gunung berapi.

Baca juga: Badan Geologi: Pola aktivitas gunung berapi di Indonesia berubah

Apakah Everest bisa mengalami bencana geologis lainnya?

Meskipun Everest tidak bisa meledak seperti gunung berapi, gunung ini tetap rentan terhadap ancaman geologis lainnya, seperti:

  • Gempa bumi: Pegunungan Himalaya, termasuk Everest, terus mengalami tekanan dari pergerakan lempeng tektonik, yang dapat menyebabkan gempa besar sehingga berpotensi longsor salju dan batuan yang berbahaya bagi pendaki.
  • Pencairan salju dan gletser: Pemanasan global telah menyebabkan pencairan gletser di Everest, yang berpotensi memicu longsoran es dan meningkatkan risiko banjir akibat pecahnya danau glasial.
  • Longsor dan runtuhan batu: Everest memiliki lapisan batuan yang rentan terhadap erosi dan perubahan suhu ekstrem, yang dapat menyebabkan runtuhan batu besar, terutama setelah gempa kuat.

Bagaimana jika Everest adalah gunung berapi?

Jika Gunung Everest adalah gunung berapi aktif dan mengalami letusan besar, dampaknya akan sangat menghancurkan. Negara-negara di sekitarnya seperti Nepal, Tibet, Bhutan, India, dan China bisa mengalami bencana besar akibat aliran lava, awan panas, dan abu vulkanik.

Letusan semacam itu juga dapat mempengaruhi iklim global dengan menyemburkan jutaan ton abu ke atmosfer, yang dapat menghalangi sinar matahari dan menyebabkan penurunan suhu drastis.

Namun, karena Everest bukan gunung berapi, skenario bencana ini tidak mungkin terjadi. Meskipun begitu, tantangan geologis lainnya tetap harus diwaspadai oleh para pendaki dan penduduk di sekitar Himalaya, demikian mengutip sejumlah laman geologi.

Baca juga: Pejabat Kemlu Malaysia meninggal dunia saat mendaki Everest

Baca juga: Eksplorasi daerah terisolasi Tibet di tengah pergunjingan global

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |