Apa itu kesenjangan sosial? tren TikTok yang sedang ramai di FYP

2 days ago 3

Jakarta (ANTARA) - Akhir-akhir ini, media sosial, khususnya TikTok, diramaikan oleh tren komedi yang mengangkat tema kesenjangan sosial.

Video-videonya biasanya menampilkan percakapan sederhana antara dua orang yang tampaknya berjalan biasa saja. Namun, di tengah obrolan, tiba-tiba terungkap bahwa salah satu dari mereka memiliki status sosial yang jauh lebih tinggi. Misalnya, ketika seseorang sedang berbasa-basi, lalu menyadari bahwa orang yang disukainya ternyata anak pejabat atau konglomerat.

Gaya penyampaiannya dibuat santai, penuh humor, dan sering kali disisipkan sindiran halus tentang realitas sosial. Di balik kelucuan itu, sebenarnya terselip pesan tentang bagaimana kesenjangan sosial dapat terasa dalam interaksi sehari-hari. Meski dibungkus dengan cara yang menghibur, tren ini menyentil kenyataan bahwa perbedaan status sosial kerap menjadi sekat yang membuat seseorang merasa minder atau canggung. Lantas, apa sebenarnya makna di balik tren ini?

Apa itu kesenjangan sosial?

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesenjangan sosial diartikan sebagai ketidakseimbangan, perbedaan, atau jurang pemisah antara kelompok dalam masyarakat. Sosiolog Robert Chambers juga menjelaskan bahwa kesenjangan sosial mencakup berbagai gejala yang muncul akibat perbedaan kondisi ekonomi, khususnya di wilayah tertentu.

Di Indonesia sendiri, persoalan kesenjangan sosial masih menjadi tantangan besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), gini ratio per September 2024 tercatat sebesar 0,388, naik dibandingkan Maret 2024 yang berada di angka 0,379. Angka ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antarwarga semakin melebar. Di wilayah perkotaan, gini ratio tercatat lebih tinggi, yaitu 0,402, sementara di pedesaan sebesar 0,308. Gini ratio sendiri adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan. Semakin tinggi angkanya, semakin besar pula jurang antara kelompok kaya dan miskin.

Ketimpangan ini bisa dengan mudah kita lihat, bahkan tanpa harus pergi ke pelosok. Di Jakarta, misalnya, di tengah deretan gedung pencakar langit, masih banyak kawasan permukiman kumuh dengan fasilitas seadanya. Kondisi ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat.

Ada banyak hal yang membuat kesenjangan sosial di Indonesia masih terasa. Beberapa di antaranya adalah program bantuan yang belum sepenuhnya merata, pembangunan infrastruktur yang masih perlu diperluas ke berbagai daerah, hingga praktik korupsi yang memperkaya segelintir pihak. Selain itu, tingginya angka kemiskinan juga ikut memperbesar jurang ketimpangan, yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti terbatasnya kesempatan kerja, tantangan di sektor ekonomi, hingga masih kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar di beberapa wilayah.

Salah satu alasan mengapa tren komedi bertema kesenjangan sosial ini begitu diminati adalah karena faktor kedekatan pengalaman (relatability). Banyak orang merasa, "Wah, ini persis seperti yang saya alami" atau "Ternyata ada juga pengalaman seperti ini, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan." Melalui penyajian yang ringan dan menghibur, tren ini membuka mata bahwa perbedaan gaya hidup benar-benar ada di sekitar kita, bahkan di antara teman dekat atau pasangan sendiri.

Baca juga: Tokopedia nilai industri makanan dan minuman lokal punya prospek cerah

Baca juga: Kesepakatan TikTok AS tertunda, nantikan kepastian tarif AS pada China

Baca juga: Apa itu konten TikTok? Ini penjelasan dan cara menarik banyak penonton

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |