Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR Abdullah meminta empat hakim yang terjerat kasus suap vonis lepas perkara ekspor crude palm oil (CPO) dijatuhi hukuman maksimal lantaran telah merendahkan martabat hakim dan pengadilan.
Dia mengatakan negara telah memberikan perhatian serius terhadap kesejahteraan hakim. Presiden Prabowo Subianto juga telah menaikkan gaji para hakim sebagai respon tuntutan para hakim yang meminta kenaikan gaji pada 2024 lalu.
"Kesejahteraan para hakim sudah sangat diperhatikan. Presiden Prabowo ingin para hakim fokus melaksanakan tugasnya dan memberikan keadilan bagi masyarakat," terang Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Salah satu hakim yang aktif menuntut kenaikan gaji adalah Sekretaris Bidang Advokasi Hakim PP Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Djuyamto. Prabowo pun mengabulkan tuntutan para hakim dan menaikkan gaji mereka.
Tapi setelah gaji hakim dinaikkan, masih ada saja hakim yang menerima suap. Yang mengagetkan, Djuyamto yang sebelumnya aktif menuntut kenaikan gaji hakim, malah terjerat kasus suap vonis lepas perkara ekspor CPO.
Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka bersama Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta dan dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.
"Ini sangat memalukan. Walaupun kesejahteraan mereka telah dinaikkan, para hakim itu tetap berbuat melawan hukum," kata legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu.
Abdullah meminta para hakim yang terjerat kasus suap dijatuhi hukuman maksimal. Selain merendahkan martabat hakim, mereka telah menyakiti hati rakyat. Sebab, mereka telah menjadi mafia hukum yang menjual-belikan putusan.
Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), hakim yang menerima suap diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun, dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Abdullah menambahkan bahwa kasus suap yang menjerat empat hakim itu harus menjadi pelajaran bagi hakim lainnya. Jangan ada lagi hakim yang menjadi mafia hukum dan memberikan putusan sesuai dengan pesanan.
"Kami meminta Mahkamah Agung (MA) melakukan pembenahan internal. Pengawasan internal juga harus ditingkatkan. Komisi Yudisial (KY) juga harus aktif melakukan pengawasan," tutur Abdullah.
Baca juga: Sanksi hukum bagi hakim penerima suap menurut undang-undang
Baca juga: MPR: Presiden upayakan pembangunan hukum nasional untuk respons suap hakim
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025