Anggota DPR: Jihad era modern bukan perang fisik tapi melawan korupsi

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mengatakan bahwa jihad kebangsaan yang perlu dilakukan oleh para santri di era modern bukan lagi perang fisik, melainkan perjuangan melawan korupsi, hoaks, intoleransi, dan kemiskinan moral.

Ia mengingatkan bahwa budaya global yang serba cepat dapat meniadakan kedalaman makna hidup. Karena itu, ia menantang santri untuk menjaga kesabaran dalam kecepatan, kesantunan dalam kebebasan, dan spiritualitas dalam digitalitas.

"Menjaga NKRI bukan sekadar mempertahankan wilayah, tetapi memastikan nilai keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan tegak di dalamnya,” kata Maman di Jakarta, Selasa.

Menurut Maman, santri adalah garda terdepan penjaga iman dan kebangsaan di tengah derasnya arus globalisasi, sehingga menjadi pilar utama berdirinya Republik Indonesia.

Sejarah, kata dia, membuktikan bahwa santri selalu merawat nilai-nilai keislaman yang damai. Dia menilai ideologi radikal transnasional gagal memahami konteks keislaman Nusantara karena menafsirkan agama secara kaku dan tekstual tanpa akar sejarah serta budaya lokal.

"Santri bukan hanya ahli ibadah, tetapi juga pejuang kemerdekaan. Dari Kiai Haji Hasyim Asy’ari yang menyerukan eesolusi jihad, hingga ribuan santri yang gugur mempertahankan tanah air," katanya.

Menurut dia, santri adalah identitas asli Nusantara. Jauh sebelum muncul istilah gerakan transnasional, para kiai dan santri telah menjadi bagian dari jantung peradaban Islam di Bumi Nusantara, dengan menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya, bukan kekerasan.

"Santri tidak lahir dari ideologi impor, tetapi dari kearifan lokal yang menyatukan tauhid dan tradisi," katanya.

Selain itu, dia mengatakan bahwa tantangan santri hari ini bukan lagi mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan fisik, melainkan mengawal kemerdekaan dari kebodohan, ketimpangan sosial, dan dekadensi moral.

"Santri harus tampil di panggung global dengan keilmuan, teknologi, dan diplomasi budaya. Indonesia berpotensi menjadi center of moderate Islam di dunia, dan santri bisa menjadi duta nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin di tengah dunia yang haus spiritualitas dan keadilan sosial," jelasnya.

Karena itu, dia mengajak para santri untuk tidak lagi menjadi penonton sejarah, melainkan aktor utama perubahan. Santri, kata dia, harus melek digital, paham geopolitik, dan mampu berdialog dengan dunia.

"Tapi semua itu harus berakar pada nilai pesantren: adab, keikhlasan, tawadhu, dan cinta tanah air,” katanya.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |