Jakarta (ANTARA) - Semangat Konferensi Asia-Afrika di Bandung (1955) semakin relevan di tengah ketidakpastian global, terutama yang dipicu rivalitas antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Itu sebabnya negara-negara Dunia Selatan perlu mendorong kerja sama lebih erat dan strategis. Di tengah perubahan tatanan global, semangat Konferensi Asia Afrika (KAA), justru semakin relevan.
Dunia Selatan perlu mengaktualisasikan semangat Deklarasi Bandung, agar selaras dengan situasi global mutakhir.
Upaya itu kian penting, mengingat akhir-akhir ini relasi dunia lebih diwarnai pendekatan unilateral, terutama oleh kekuatan-kekuatan utama dunia.
Dalam peta politik global seperti itu, Deklarasi Bandung 1955 yang salah satu poinnya menyatakan negara Asia-Afrika memiliki hak menentukan nasib sendiri, masih terasa relevan.
KAA sendiri berlangsung pada 18-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung. KAA dihadiri oleh 29 negara, dengan Indonesia dan India sebagai motornya.
Kesepakatan penting dari KAA yang selalu aktual adalah, negara partisipan menyatakan, mereka bebas dari kolonialisme, imperialisme, termasuk juga kemiskinan, ketidaktahuan, dan ketakutan.
Mendorong perdamaian
Dalam rangkaian lawatan ke kawasan Timur Tengah baru-baru ini, masing-masing ke Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar dan Jordania, Presiden Prabowo kembali menegaskan komitmen Indonesia pada prinsip politik luar negeri yang bebas-aktif dan netral, sekaligus mengedepankan hubungan damai dengan semua negara. Pernyataan itu disampaikan dalam sesi ADF Talk pada Antalya Diplomacy Forum (ADF) 2025, di Antalya, Turki (Jumat, 11/4).
Presiden Prabowo menjelaskan bahwa prinsip ini telah menjadi landasan diplomasi Indonesia sejak era pendiri bangsa, termasuk ketika Indonesia bersama India, Mesir, dan Yugoslavia mempelopori Gerakan Non-Blok pada 1961.
"Rakyat kami tidak ingin terlibat dalam aliansi atau blok militer manapun. Kami memilih netral," tegasnya. Prabowo juga mengutip filosofi kuno Asia yang dipegang teguh dalam kebijakan luar negeri Indonesia: "Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak."
Prinsip ini menurut Prabowo, menjadi kunci menjaga stabilitas dan perdamaian. Presiden mencontohkan bagaimana prinsip serupa diterapkan dalam ASEAN, di mana negara-negara anggota memilih dialog daripada konflik meski memiliki perbedaan. "Kita lebih memilih bicara, bicara, dan bicara. Meski terkadang membosankan, itu lebih baik daripada bertikai," ucap Prabowo.
Presiden Prabowo menegaskan visinya untuk menjadikan Indonesia sebagai mediator dan jembatan dalam hubungan internasional, khususnya di antara negara-negara besar.
Indonesia ingin menjaga hubungan baik dengan semua kekuatan global, sekaligus mengharapkan penghormatan yang sama terhadap kedaulatan masing-masing. Komitmen ini tercermin dalam kebijakan "bertetangga baik" yang menjadi pilar diplomasi Indonesia sejak awal kepemimpinannya.
Selaras dengan gagasan Prabowo (selaku Menhan) saat berbicara dalam forum Shangri-La Dialogue, pertengahan tahun lalu di Singapura, bahwa baik di kawasan maupun global, Indonesia akan lebih memosisikan diri sebagai “tetangga yang baik” (good neighbour policy).
Di kawasan, kebijakan ini mengakar pada nilai-nilai Asia yang lebih menitikberatkan pada sisi harmoni daripada keakuan, lebih pada rasa ketimbang semata-mata rasio.
Gagasan Prabowo berbasis pada tradisi di negeri kita, bahwa tetangga merupakan pihak yang dekat, yang akan menolong kita ketika sedang menghadapi kesulitan. Tetangga yang akan segera datang menolong, bukan saudara kandung yang tinggal berjauhan.
Good neighbour policy diyakini bisa diterapkan dalam kehidupan bernegara. Seperti sikap saling menghormati dan menghargai, menjadi opsi untuk penyelesaian seandainya ada sengketa wilayah, sebagaimana ketegangan di LCS (Laut Cina Selatan) beberapa waktu lalu.
Muhibah Prabowo ke Timur Tengah (termasuk Turki) sejatinya juga sejalan dengan kebijakan politik luar negeri (polugri) bebas aktif. Sehingga perjalanan Prabowo menemui pemimpin negara sahabat dan terlibat dalam sejumlah konferensi internasional sesuai dengan prinsip bebas aktif tersebut.
Bebas - aktif sudah menjadi prinsip polugri RI sejak lama. Bebas mengacu pada keleluasaan memilih langkah diplomasi sesuai kepentingan nasional tanpa tekanan dari pihak asing. Aktif merujuk kontribusi Indonesia dalam upaya perdamaian dunia.
Prabowo memastikan, sebagai negara nonblok, Indonesia tidak akan berpihak kepada poros tertentu. Menurut Prabowo, Indonesia akan lebih mengedepankan sikap saling menghormati eksistensi, martabat dan kedaulatan setiap negara.
Tokoh global
Langkah Presiden Prabowo untuk berperan aktif dan konstruktif untuk mencari solusi atas problem kemanusiaan di dunia patut diapresiasi.
Meski secara geografis, lokasi Indonesia jauh dari Timur Tengah, sebagai negara Muslim terbesar, Indonesia bisa menjadi aktor penting dalam mencari solusi damai sehubungan krisis berlarut di Timur Tengah.
Setiap pemimpin tentu memiliki idealisme, kebijakan, dan pendekatan berbeda dalam melaksanakan hubungan luar negeri. Satu hal yang pasti, para pemimpin ingin melihat kehidupan rakyatnya lebih baik dan citra negaranya dihormati dalam pergaulan politik dunia.
Prabowo yang berlatar belakang militer, mungkin saja lebih tertarik pada isu pertahanan – keamanan dan geopolitik di kawasan. Dengan rekam jejaknya yang panjang dalam atmosfer internasional, bahkan sejak masih belia, diperkirakan Prabowo akan lebih aktif menyuarakan kepentingan Indonesia di konferensi internasional dan forummultilateral.
Politik luar negeri bebas aktif yang secara konsisten dipilih pemerintah Republik Indonesia diyakini akan hadir dalam bentuk yang berbeda di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Prabowo bakal membawa gaya diplomasi kebijakan luar negeri yang lebih aktif, aspiratif, tapi juga sekaligus lebih tegas.
Dengan pendekatan seperti itu, sangat mungkin Indonesia akan memainkan peran yang lebih besar dan strategis di tengah situasi geopolitik global yang amat dinamis.
Indonesia juga akan lebih kuat memosisikan diri di antara dua kekuatan raksasa dunia, AS dan Tiongkok, tidak sekadar menjadi mitra dagang yang kemudian terjebak dalam ketergantungan berlebihan terhadap dua poros tersebut.
Pada saat yang sama, momentum tersebut bisa dimaksimalkan oleh Indonesia untuk menanam fondasi hubungan yang lebih kuat dengan kekuatan besar dunia, tanpa mesti menggadaikan sikap politik nonblok yang tetap dipegang teguh.
Lawatan Presiden Prabowo ke sejumlah negara untuk pertemuan bilateral dan multilateral itu patut didukung sebagai langkah awal penerapan kebijakan luar negeri Indonesia.
Ada harapan besar bahwa di pemerintahan Prabowo, Indonesia akan mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam dinamika global yang penuh ketegangan geopolitik maupun ekonomi.
Yang pertama dan utama, sesuai dengan konstitusi yang mengamanatkan prinsip antipenjajahan, tentu saja pemerintah Indonesia mesti menggarisbawahi isu penindasan yang terjadi di Palestina.
Presiden harus menyuarakan dengan lantang penolakan terhadap Israel yang telah menjajah Palestina, bahkan diduga melakukan genosida.
Harus diakui, ketegangan politik di Timur Tengah, juga perang yang belum mereda antara Rusia dan Ukraina, punya dampak signifikan, terutama pengaruhnya terhadap kebutuhan energi dan pangan bagi negara-negara di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia sudah merasakan imbasnya.
Ikhtiar Prabowo juga mendapat apresiasi dari komunitas internasional. Indonesia juga bukan negara adidaya.
Namun dengan pengetahuan dan keaktifan Presiden Prabowo membangun dukungan dan kepercayaan para pemimpin global, kiranya kita layak berharap setidaknya Prabowo akan mampu memaksimalkan kekuatan dan kontribusi Indonesia dalam penyelesaian krisis global, baik politik maupun ekonomi.
Presiden Prabowo Subianto bersama sembilan presiden dan perdana menteri dari berbagai negara diprediksi menjadi pemimpin dunia berpengaruh, baik di tingkat kawasan maupun global, menurut harian terbesar di Singapura The Straits Times.
Dalam artikel berjudul "Meet the 10 world leaders to watch in 2025" yang disiarkan The Straits Times, awal Januari lalu, Prabowo masuk daftar 10 pemimpin yang menjadi tokoh global bersama Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri (PM) China Xi Jinping, PM Jepang Shigeru Ishiba, PM India Narendra Modi, Presiden Rusia Vladimir Putin, PM Australia Anthony Albanese, dan PM Malaysia Anwar Ibrahim.
Ada beberapa aspek yang menjadi sorotan The Straits Times, sehingga Prabowo masuk daftar pemimpin dunia yang diprediksi mempengaruhi dinamika di kawasan regional dan global. Dalam artikelnya itu, Prabowo dinilai berpeluang akan menjadi sosok yang dominan dalam kepemimpinan di kawasan.
The Straits Times menyebut beberapa langkah tegas pemerintahan Prabowo dalam beberapa forum-forum multilateral, misalnya saja keinginan Indonesia untuk bergabung sebagai anggota penuh BRICS.
The Straits Times lanjut menilai Presiden Prabowo tak ragu untuk menempuh pendekatan luar negeri yang berbeda dari pendahulunya, termasuk di antaranya memperkuat hubungan dan meningkatkan kerja sama antara Indonesia dengan Rusia dan China.
*) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon.
Copyright © ANTARA 2025