4 sehat 5 Sempurna plus halal dalam menu MBG

2 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Program Makan Bergizi (MBG) yang kini dijalankan pemerintah dan berbagai institusi membawa harapan besar bagi perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Tujuan utamanya jelas: menyediakan makanan sehat, terjangkau, dan merata.

Namun, agar benar-benar bermanfaat, MBG tidak cukup hanya memenuhi aspek gizi. Ada tiga pilar yang harus dipadukan: gizi seimbang, keamanan pangan, serta kehalalan dan thayyib.

Dengan kata lain, MBG harus mampu menghadirkan makanan yang sehat, aman, halal, dan baik (halalan thayyiban). Sayangnya, data terbaru tahun 2025 menunjukkan masih banyak tantangan di lapangan.

Indonesia memang menunjukkan kemajuan dalam penanganan masalah gizi. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat angka stunting turun menjadi 19,8 persen, dan pemerintah menargetkan penurunan lebih lanjut ke 18,8 persen pada akhir 2025. Angka ini lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu, namun tetap jauh dari target ideal WHO, yaitu di bawah 14 persen.

Di sinilah peran MBG menjadi penting. Program ini diharapkan tidak hanya memberi makan anak sekolah atau kelompok rentan, tetapi juga menjadi strategi memperbaiki kualitas gizi masyarakat. Untuk itu, MBG harus mengacu pada pedoman gizi seimbang, dengan memperhatikan porsi karbohidrat, protein, sayur, buah, dan susu—konsep lama “4 sehat 5 sempurna” yang kini selayaknya juga diperbarui dengan penekanan pada halal dan thayyib.

Agar tepat sasaran, ahli gizi harus dilibatkan dalam setiap dapur MBG. Mereka berperan menyusun menu yang ribuan porsi sesuai dengan kebutuhan energi dan mikronutrien anak, mengatur variasi hidangan, dan memantau kondisi gizi penerima program. Tanpa keterlibatan tenaga gizi, program mudah jatuh pada menu seadanya yang tidak memenuhi standar kesehatan yang seharusnya.

Meski ada kemajuan gizi, 2025 juga diwarnai persoalan serius berupa kasus keracunan makanan dalam program MBG. Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat ada 6.452 kasus keracunan terkait MBG sepanjang 2025. Adanya Insiden ini mendapat sorotan internasional.

Penyebab utamanya berulang: diduga akibat bahan pangan tidak segar, penyimpanan tanpa rantai dingin, dapur produksi yang tidak sesuai standar, hingga distribusi yang tergesa-gesa dan jumlah yang banyak. Semua faktor ini menunjukkan lemahnya pengawasan keamanan pangan.

Dalam konteks ini, penerapan standar seperti HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) menjadi penting. Pemerintah perlu mewajibkan setiap dapur MBG menerapkan pengawasan titik kritis—mulai dari penerimaan bahan, penyimpanan, hingga penyajian. Audit rutin dan uji laboratorium sederhana juga harus dilakukan.

Selain gizi dan keamanan, aspek kehalalan juga harus dijadikan pilar penting dalam program MBG ini. Hal ini sejalan dengan kewajiban sertifikasi halal yang berlaku di Indonesia didasarkan pada UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Baca juga: Menko Zulhas ingatkan insiden keracunan MBG bukan sekadar angka

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |