Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI, Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang, dan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia meluncurkan ASEAN-Japan Medical Devices Regulatory Training 2025 guna memperkuat kapasitas regulator alat kesehatan.
Selain itu, juga untuk mendorong harmonisasi regulasi yang responsif terhadap perkembangan teknologi medis.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, pesatnya perkembangan teknologi seperti perangkat lunak sebagai alat medis (Software as a Medical Device/SaMD), kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), serta alat diagnostik mandiri menuntut respons regulasi yang harmonis dan adaptif.
"Pelatihan ini menjadi langkah strategis dalam membangun pemahaman bersama mengenai standar teknis, pelaporan kejadian tidak diinginkan (adverse events), serta pengawasan pascapasar," kata dia.
Dante menyampaikan bahwa proyek dua tahun ini sangat penting bagi Indonesia. Melalui pelatihan ini, Indonesia dapat memperkuat regulasi alat kesehatan di dalam negeri sekaligus memahami regulasi negara-negara ASEAN lainnya, sehingga membuka peluang produk alat kesehatan lokal untuk bersaing di pasar global.
“Kami membangun sistem regulasi yang harmonis, efisien, dan responsif terhadap inovasi. Ini penting untuk memastikan keselamatan pasien dan efisiensi proses perizinan,” ujar dia.
Baca juga: Kemenkes dorong produksi alkes dalam negeri masuk pasar dunia
Dante juga menceritakan pengalaman Indonesia saat menghadapi pandemi COVID-19, di mana terjadi keterbatasan akses terhadap alat kesehatan, termasuk alat pelindung diri dan masker.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri untuk memastikan kemandirian nasional di masa depan.
“Tahap demi tahap mulai ditingkatkan kandungan dalam negerinya, sehingga nanti kita bisa memproduksi sendiri, dan mungkin bisa ekspor ke beberapa negara,” tutur Dante.
Meskipun masih bergantung pada impor bahan baku aktif obat (active pharmaceutical ingredients) dari India dan China, kata dia, Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam produksi alat kesehatan. Beberapa produk bahkan telah berhasil diekspor ke Jepang, menandai kemajuan industri medical devices nasional.
Dia menjelaskan, proyek ini didukung oleh Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) serta mendapatkan dukungan tambahan dari Japan International Cooperation Agency (JICA).
Baca juga: Kurangi impor, Kemenkes jalin kerja sama produksi alkes dalam negeri
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia Dr Hamdi Muluk menyampaikan bahwa pelatihan ini juga memperluas ruang kolaborasi lintas negara dalam menciptakan sistem regulasi yang tangguh dan adaptif.
“Ini bentuk nyata kontribusi akademisi dalam membangun ekosistem kesehatan yang lebih tangguh di kawasan ASEAN,” ujarnya.
Dia menyebutkan, 2025 menjadi kali ketiga Universitas Indonesia (UI) melalui Fakultas Farmasi dipercaya sebagai pelaksana utama pelatihan ini, menunjukkan konsistensi peran UI dalam mendukung pengembangan kebijakan kesehatan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun simposium yang diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan ini membahas berbagai isu dari perspektif global dan regional, termasuk pembaruan dari International Medical Device Regulators Forum (IMDRF), prakualifikasi WHO untuk alat diagnostik in vitro (IVD), serta pemanfaatan SaMD oleh industri Jepang, seperti computer-aided detection (CADe) dan computer-aided diagnosis (CADx). ASEAN Medical Device Committee (AMDC) turut memaparkan perkembangan terbaru dan arah kebijakan harmonisasi regulasi di tingkat regional.
Baca juga: Wamenkes: Pentingnya sinergi ASEAN-Jepang perkuat regulasi alkes
Selain itu, juga ditampilkan alat kesehatan buatan dalam negeri dari 22 industri nasional. Pameran ini menjadi ajang promosi produk-produk lokal yang telah memiliki kapasitas ekspor, sekaligus membuka peluang jejaring antarnegara ASEAN dan Jepang.
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025