Seoul (ANTARA) - Presiden Korea Selatan (Korsel) yang sedang ditahan Yoon Suk-yeol menolak menghadiri penyelidikan penahanan yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu (19/1) sore waktu setempat, menurut laporan media setempat.
Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (Corruption Investigation Office for High-ranking Officials/CIO) Korsel mengatakan bahwa Yoon tidak hadir untuk penyelidikan penahanan yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu pukul 14.00 waktu setempat. Badan antikorupsi Korsel itu akan kembali meminta kehadiran Yoon pada Senin (20/1) pukul 10.00 waktu setempat.
Jika Yoon terus menolak penyelidikan, CIO dapat mempertimbangkan langkah-langkah wajib seperti memindahkannya dari pusat penahanan untuk diinterogasi atau melakukan penyelidikan secara langsung di pusat penahanan tersebut, menurut kantor berita Yonhap.
Pengadilan Distrik Barat Seoul menyetujui surat perintah penahanan pada Minggu dini hari, menjadikan Yoon sebagai presiden pertama di Korsel yang ditahan untuk menjalani penyelidikan saat masih menjabat. Setelah surat perintah itu disetujui, sekelompok pendukung Yoon yang marah menerobos masuk ke gedung pengadilan dengan memanjat tembok dan memecahkan jendela.
Mereka merusak fasilitas di dalam gedung pengadilan, melemparkan sampah dan objek-objek lainnya, serta mengancam petugas kepolisian. Sebanyak 86 pelaku pelanggaran ditahan di lokasi, menurut sejumlah media.
Kericuhan tersebut mendorong Pelaksana Tugas Presiden Korsel Choi Sang-mok untuk memerintahkan penyelidikan ketat terhadap aksi kekerasan itu. Dalam pernyataannya, Choi mengatakan pemerintah sangat menyesalkan aksi kekerasan ilegal tersebut, yang tidak terbayangkan terjadi di tengah masyarakat yang demokratis.
Choi memerintahkan kepolisian untuk menyelidiki insiden tersebut dengan tegas, seraya berjanji akan meminta pertanggungjawaban hukum dari para pelaku serta menginstruksikan otoritas terkait untuk memperketat keamanan di sekitar fasilitas terkait dan secara menyeluruh menangani aksi protes yang menentang perpanjangan masa penahanan Yoon.
Pengadilan tinggi Korsel juga mengecam aksi kekerasan yang dilakukan para pendukung presiden yang telah ditangkap itu sebagai "tantangan serius terhadap supremasi hukum".
Kepala administrasi pengadilan nasional di bawah arahan Mahkamah Agung Korsel Chun Dae-yup mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pengadilan tinggi itu mengungkapkan keprihatinan serius dan penyesalan yang sangat besar terkait masuknya sekelompok pengunjuk rasa ke dalam Pengadilan Distrik Barat Seoul.
Chun menekankan bahwa hal itu merupakan penyangkalan umum dan tantangan besar terhadap supremasi hukum, yang seharusnya tidak pernah terjadi dan ditoleransi. Dia juga menambahkan bahwa hal ini harus ditindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan fakta secara menyeluruh dan meminta pertanggungjawaban tegas dari para pelanggar.
Yoon, yang ditahan atas dakwaan sebagai pemimpin pemberontakan, mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui tim pengacaranya bahwa dia sangat memahami rasa frustrasi dan kemarahan para pendukungnya, tetapi, dia meminta mereka untuk menyampaikan pendapat secara damai.
Menurut sejumlah laporan media setempat, beberapa pendukung Yoon kembali berkumpul di depan Pengadilan Distrik Barat Seoul pada Minggu sore. Sementara itu, beberapa pendukung lainnya dikabarkan menggelar pawai menuju pengadilan konstitusional.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025