Jakarta (ANTARA) - Jakarta sebagai kawasan padat penduduk sekaligus padat perumahan menjadikan daerah itu rawan bencana, termasuk bencana kebakaran. Pada tahun 2024, hingga 23 Desember 2024, telah terjadi setidaknya 1.888 kebakaran di wilayah Jakarta. Hal itu berarti setiap harinya dapat terjadi hingga lebih dari lima kebakaran sekaligus.
Dari jumlah kebakaran tersebut, arus pendek (korsleting) listrik menjadi penyebab dari 1.148 kebakaran. Sisanya disebabkan oleh kebocoran tabung gas, pembakaran sampah, bahkan 98 kebakaran di antaranya disebabkan oleh puntung rokok yang masih membara.
Sejumlah faktor seperti tata perumahan yang tidak beraturan, instalasi listrik yang sudah tua dan semrawut serta kebiasaan warga yang kadang teledor menjadikan kebakaran terjadi hampir setiap waktu.
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2024/08/13/thumb/Kebakaran-pemukiman-padat-di-Manggarai-13082024-RAM-07.jpg)
Dari sekian banyak kebakaran yang terjadi di Jakarta, beberapa di antaranya tergolong besar, menyusul parahnya dampak yang diakibatkan. Dampak-dampak tersebut seperti korban nyawa, korban luka-luka dan kerugian material dalam jumlah yang besar.
Kebakaran-kebakaran tersebut menyita perhatian publik serta menjadi fokus kinerja pemerintah dalam jangka waktu yang cukup lama, menyusul parahnya dampak yang ditimbulkan.
Salah satunya adalah kebakaran yang terjadi di Tambora, Jakarta Barat yang menewaskan lima orang warga serta meludeskan puluhan rumah.
Kebakaran yang tepatnya terjadi di Jalan Kalianyar IV RT/RW 11/02 Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat pada Selasa (15/10/2024) itu juga menjadikan 75 keluarga dengan 300 jiwa kehilangan rumah serta harta benda lainnya.
Kebakaran yang diduga terjadi akibat kebocoran gas tersebut cukup tragis lantaran mayat salah satu korban cukup sulit teridentifikasi karena sudah dalam keadaan yang tak utuh lagi.
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2024/10/15/Kebakaran-di-Tambora-Jakarta-Barat-151024-Alf-2.jpg)
Selain itu, kebakaran besar juga terjadi di tiga RW di Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa (13/08/2024). Kebakaran itu menyebabkan 683 bangunan ludes terbakar dan sedikitnya 3.332 jiwa dari 1.172 keluarga terpaksa diungsikan. Tujuh orang pun terluka akibat kebakaran tersebut.
Beranjak ke Jakarta Pusat, baru-baru ini, pada Selasa (10/12) kebakaran hebat terjadi di Kawasan Kemayoran. Kebakaran tersebut menyebabkan 15 orang terluka dan sebanyak 1.800 jiwa dari 600 keluarga kehilangan rumah dan harta benda.
Kebakaran yang diduga berasal dari percikan api dari sebuah lapak sampah plastik tersebut menyebabkan bangunan-bangunan di tujuh Rukun Tetangga (RT) menerima dampak.
Masih banyak kebakaran dalam skala besar lainnya yang terjadi di wilayah Jakarta, namun tiga kebakaran di atas setidaknya cukup menyita perhatian publik nasional serta mendesak pemerintah untuk menerapkan solusi bertahap, utamanya untuk menyediakan tempat tinggal yang layak bagi para korban yang kehIlangan rumah.
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2024/12/10/Kebakaran-Pemukiman-Penduduk-Di-Kemayoran-101224-Adm-9.jpg)
Bantuan-bantuan logistik dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentunya dikirimkan lebih awal, segera setelah kebakaran terjadi. Bantuan itu seperti makanan, pakaian, peralatan mandi, tenda pengungsian serta bantuan logistik lainnya.
Selain itu, sejumlah posko pengurusan dokumen-dokumen berharga yang hilang dari kepolisian juga didirikan di lokasi pengungsian, Kemudian posko Kesehatan dari Dinas Kesehatan, layanan penyembuhan trauma dari Palang Merah Indonesia (PMI) serta dukungan kemanusiaan lainnya juga disediakan bagi para korban.
Kemudian, Pemprov DKI Jakarta juga memindahkan sebagian korban yang kehilangan rumah menuju rumah susun dengan biaya sewa yang digratiskan dalam jangka waktu tertentu.
Lebih lanjut, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) setempat juga melakukan sejumlah langkah antisipasi, menyusul maraknya kebakaran di wilayah tersebut. Salah satunya adalah penyediaan 900 unit alat pemadam kebakaran ringan (APAR) bagi 450 RT di wilayah Jakarta Barat.
Selain itu, sejumlah sosialisasi dari Dinas Gulkarmat terkait penanggulangan bencana kebakaran juga terus dilakukan, termasuk di sekolah-sekolah.
Misalnya sosialisasi cara penanganan kebocoran tabung gas, penggunaan listrik yang benar dan sebagainya. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menekan intensitas bencana kebakaran di wilayah DKI Jakarta.
Meskipun secara statistik jumlah kebakaran di Jakarta pada tahun 2024 telah menurun 12,8 persen dibandingkan dengan tahun 2023, kebakaran tetaplah tragedi yang mestinya ditekan sampai angka 0 atau dicegah agar tidak terjadi kembali.
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2024/12/10/Kebakaran-Pemukiman-Penduduk-Di-Kemayoran-101224-Adm-14.jpg)
Solusi
Jumlah kejadian kebakaran yang berkurang bukan berarti jumlah korban yang berkurang, pasalnya skala dari setiap kebakaran berbeda-beda sehingga menimbulkan dampak yang berbeda pula.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menyarankan lima langkah solusi yang dapat memutus kebakaran beruntun, terutama di pemukiman padat di Jakarta.
Solusi paling pertama menurutnya adalah memeriksa regulasi terkait. Nirwono menyarankan agar pemerintah memastikan apakah permukiman yang rawan kebakaran berlokasi sesuai dengan peruntukan hunian dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta. Dengan demikian, sebuah pemukiman dapat diketahui status layak huninya.
Kedua adalah memberikan solusi atau langkah antisipasi bagi pemukiman yang layak huni. Jika pemukiman yang diperiksa RDTR-nya sudah sesuai peruntukan, maka selanjutnya dilakukan perbaikan lingkungan atau penataan atau peremajaan atau revitalisasi permukiman padat menjadi kawasan hunian vertikal (rumah rusun).
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2024/12/02/thumb/Pascakebakaran-lapak-kosong-di-simpang-Matraman-21224-idl-9.jpg)
Hunian vertikal itu dilengkapi fasilitas pencegahan kebakaran (penataan utilitas kabel dan gas, air PAM, pompa hidran) dan taman atau tempat evakuasi dan jalur evakuasi yang memadai.
Selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat permukiman rawan kebakaran. Dalam hal ini pemerintah mesti meyakinkan masyarakat akan krusial atau pentingnya program yang sedang dilakukan.
Langkah berikutnya adalah melakukan diskusi dan negosiasi kepada masyarakat terkait untuk membahas ganti untung serta proses pembangunan ulang kawasan.
Terakhir adalah tahap implementasi yang mesti dilakukan bertahap. Misalnya ada empat RT yang yang bangunannya ludes terbakar, maka pembangunan hunian vertical dilakukan secara bertahap dari satu RT ke RT lainnya. Selama pembangunan berlangsung, secara bergantian juga setiap RT diungsikan ke rumah susun terdekat.
Menurut Nirwono, cara tersebut selain bisa memutus rantai kebakaran, juga bisa menyelesaikan masalah kepadatan penduduk dan masalah-masalah sistemik lainnya.
Baca juga: Kebakaran rumah padat penduduk di Tebet, 24 unit pemadam dikerahkan
Baca juga: Pemerintah bakal relokasi korban kebakaran di Kemayoran ke rusun
Baca juga: Jusuf Kalla salurkan bantuan PMI untuk korban kebakaran Kemayoran
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024