Menelusuri 3 tempat bersejarah di balik lahirnya Sumpah Pemuda

10 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Beberapa tahun sebelum Indonesia meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, semangat persatuan bangsa telah lebih dulu tercermin dalam peristiwa bersejarah Sumpah Pemuda.

Ikrar yang lahir dari Kongres Pemuda II ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan bangsa menuju kemerdekaan.

Kongres tersebut merupakan gagasan dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan berlangsung selama dua hari di Jakarta, tepatnya pada 27–28 Oktober 1928.

Melalui kongres itu, para pemuda dari berbagai daerah, suku, ras, dan agama di Indonesia menyatukan tekad semangat kebangsaan.

Sejak saat itu, 28 Oktober diperingati setiap tahun sebagai Hari Sumpah Pemuda, termasuk pada tahun 2025 yang jatuh pada Selasa (28/10).

Sebelum pelaksanaan Kongres Pemuda II, sejumlah pertemuan telah digelar untuk membahas panitia, jadwal, tempat, hingga pendanaan kegiatan.

Pertemuan tersebut diadakan dua kali, yakni pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928. Hasilnya, disepakati bahwa kongres akan diselenggarakan di tiga lokasi berbeda di Jakarta, sementara biaya kegiatan ditanggung melalui sumbangan sukarela dan dukungan dari berbagai organisasi peserta.

Berikut tiga tempat bersejarah yang menjadi lokasi penyelenggaraan Kongres Pemuda II:

1. Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB)

Rapat pertama Kongres Pemuda II digelar pada Sabtu malam, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) yang terletak di Waterlooplein Noord, kini dikenal berada di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Gedung ini saat ini ditempati oleh Yayasan Pendidikan Santa Ursula.

Dalam sidang perdana tersebut, Sugondo Djojopuspito selaku Ketua Kongres menyampaikan harapannya agar pertemuan ini menjadi momen untuk memperkuat semangat kebangsaan dan persatuan di kalangan pemuda Indonesia.

Sementara itu, Mohammad Yamin sebagai Sekretaris Kongres menegaskan pentingnya persamaan sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, serta tekad bersama sebagai fondasi bagi persatuan bangsa.

Hasil dari rapat pertama ini menjadi pijakan awal bagi terbentuknya kesadaran akan persatuan di antara pemuda Indonesia.

2. Gedung Oost-Java Bioscoop

Rapat kedua berlangsung pada Minggu pagi, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, yang dahulu berada di Koningsplein Noord atau kini di kawasan Jl. Medan Merdeka Utara No. 14.

Saat ini, lokasi tersebut diperkirakan berada di sekitar Mahkamah Agung dan Istana Negara.

Dalam rapat ini, para peserta kongres fokus pada pembahasan pendidikan sebagai sarana membentuk karakter dan menumbuhkan semangat nasionalisme.

Dua tokoh, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, menyampaikan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang menanamkan nilai kebangsaan dan demokrasi.

Mereka juga menekankan pentingnya keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah, agar anak-anak tumbuh dengan karakter yang kuat dan cinta tanah air.

Sayangnya, gedung Oost-Java Bioscoop kini sudah tidak lagi berdiri, namun jejak sejarahnya tetap menjadi bagian dari perjalanan lahirnya Sumpah Pemuda.

3. Gedung Indonesische Clubgebouw

Sidang terakhir sekaligus penutupan Kongres Pemuda II digelar pada Minggu sore, 28 Oktober 1928, di Gedung Kramat 106 atau Indonesische Clubgebouw.

Sebelumnya, gedung ini merupakan bekas rumah Sie Kong Liong yang dijadikan asrama oleh pelajar sekolah dokter pribumi STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen).

Hingga saat ini, gedung tersebut dikenal sebagai Museum Sumpah Pemuda, berlokasi di Jl. Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat.

Dalam rapat penutup ini, para pemuda menyoroti peran gerakan kepanduan (pramuka) dalam memperkuat semangat persatuan dan kedisiplinan.

Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi bagi generasi muda, sementara Ramelan menambahkan bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari perjuangan nasional karena melatih disiplin dan kemandirian anak sejak dini.

Selain itu, Theo Pengemanan juga menegaskan bahwa seorang pandu sejati adalah mereka yang berjiwa kebangsaan dan memiliki semangat nasionalisme tinggi.

Kemudian, rapat penutup Kongres Pemuda II diakhiri dengan lantunan lagu “Indonesia Raya” yang dibawakan dengan biola oleh Wage Rudolf Supratman (W.R. Supratman).

Lagu tersebut disambut dengan penuh semangat oleh para peserta kongres, sekaligus menandai lahirnya simbol persatuan bangsa.

Setelah itu, Sugondo Djojopuspito membacakan Keputusan Kongres yang telah dirumuskan oleh Mohammad Yamin. Keputusan tersebut memuat tiga ikrar pemuda yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Tiga lokasi bersejarah itu menjadi saksi bisu lahirnya semangat persatuan yang terus hidup sampai saat ini.

Sumpah Pemuda tidak hanya peristiwa masa lalu, tetapi momen abadi yang mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk terus memelihara jiwa nasionalisme dan menjaga persatuan bangsa.

Perbedaan suku, agama, ras, dan daerah bukan penghalang. Semua berpijak pada satu dasar yang sama, yakni satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia.

Sebagai pengingat, berikut adalah struktur kepanitiaan kongres pemuda:

  • Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
  • Wakil Ketua: R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
  • Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
  • Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
  • Pembantu I: Johan Mahmud Tjaja (Jong Islamieten Bond)
  • Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
  • Pembantu III: R.C.L. Sendoek (Jong Celebes)
  • Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
  • Pembantu V: Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi)

Baca juga: Sumpah Pemuda bukan hanya tonggak politik tapi juga literasi

Baca juga: Kemenpora hadirkan penghargaan Wirasena, apresiasi pembangunan IPP

Baca juga: Sepuluh tokoh dan pemuda raih "Jakarta Youth Award 2025"

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |