Kuala Lumpur (ANTARA) - Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan ajakan untuk merenungi kembali perjalanan bangsa ketika dasar negaranya diuji begitu keras dan hampir digantikan dengan ideologi lain.
Ditetapkannya 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila merujuk pada peristiwa 30 September hingga 1 Oktober 1965, ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan pemberontakan untuk mengganti Pancasila dengan ideologi komunis. Upaya itu gagal. Pancasila tetap tegak berdiri sebagai dasar negara sekaligus perekat bangsa, menjadi fondasi pemersatu masyarakat Indonesia yang majemuk.
Kini, enam dekade sejak tragedi tersebut, dunia telah banyak berubah. Komunisme runtuh seiring bubarnya Uni Soviet yang diikuti sejumlah negara di Eropa Timur. Persaingan ideologi yang dulu begitu keras berganti wajah.
Kapitalisme dengan pasar bebas, globalisasi kultural, dan penetrasi digital kini mendominasi hampir seluruh sendi kehidupan. Hegemoni baru muncul dalam bentuk ekonomi global yang menekan, budaya pop instan, hingga teknologi digital yang kerap mencabut manusia dari akar tradisinya.
Pertanyaan mendasar yang kemudian hadir adalah apakah Pancasila masih relevan di era global, dan apakah masih sakti?
Menjawab pertanyaan tersebut, Pancasila semestinya masih tetap sakti. Apabila di masa Perang Dingin, Pancasila terbukti sakti menghadapi tantangan ideologi lain dan berhasil mempertahankan keutuhan NKRI, maka di era global Pancasila seharusnya tetap sakti menghadapi setiap tantangan baru.
Di tengah perubahan global, Pancasila bukan sekadar kompromi politik pendiri bangsa, melainkan pedoman hidup yang menghadirkan sejumlah keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan kolektif, antara hak warga negara dan kewajiban sosial, antara keterbukaan global dan kearifan lokal. Nilai-nilai inilah yang menjaga identitas bangsa agar tidak hanyut dalam arus pasar bebas dan homogenisasi budaya.
Tantangan terbesarnya adalah memelihara kesaktian Pancasila dan mengimplementasikan dalam praktik nyata. Di sinilah sering kali kita gagal. Korupsi, kolusi, dan nepotisme masih menggurita. Ketimpangan sosial-ekonomi semakin melebar.
Selain itu, politik identitas sesekali muncul menantang semangat persatuan. Intoleransi masih menyisakan luka di berbagai daerah. Semua ini menunjukkan bahwa kesaktian Pancasila kini diuji bukan oleh ideologi asing, melainkan oleh praktik kehidupan bangsa sendiri.
Baca juga: Hari Kesaktian Pancasila 2025: Tema, susunan upacara, dan link panduan
Baca juga: Hari Kesaktian Pancasila momen refleksi ketahanan bangsa
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.